Sabtu, 26 Mei 2012

30 Reasons To Smile - Chapter 61

" I can go home by myself. No need to worry. Just pick me at 4 to mom's. " kata gue lumayan tegas.
Bill memandang gue lurus-lurus. Dia gak percaya. Yaiyalah pasti gak percaya. I just need to move from here. Takut mereka akan lihat gue. Eh, apa mereka mengenali gue dengan badan lebih kurus dan rambut merah menyala seperti ini??

Yes, badan gue sudah lebih kurus semenjak di sini. Entah kenapa jadi jarang makan. Bisa cuma sekali sehari lalu air mineral dan kopi lebih mendominasi. Kecuali klo lagi di rumah mom, seharian bisa makan 3 kali. Dan gak boleh minum kopi lebih dari 2 gelas sama mom and Derek.
" Go to work! Finish my job. " kata gue sambil ketawa kecil. Akting sedikit lah biar Bill gak terlalu khawatir.
" Okay. I'll call you after I reached office. If I didn't, call me first when you're already at home. "
" Will do.. Love you, bro. " kata gue sambil cium pipi nya dan meluk Bill.
" Pokok nya klo ada apa-apa, telpon! "
" Bill!! You're not my baby sitter. And I'm 25 years old. I'm gonna be okay. "
" Your eyes telling the truth. "
" I know. I'll tell you about it. Later. Promise! "
" Pinky swear? " kata Bill.
Kenapa nyebutin pinky swear segala? Gue aja gak menepati omongan gue dengan janji yang itu sama Danny. Kenapa pagi ini semua hal jadi ngingetin gue sama Danny dan Glen?
" Pinky swear! " gue sedikit berteriak semangat.
" I love you too. " kata Bill.
Mengaitkan jari kelingking kami lalu gue tersenyum. Bill ninggalin gue, seketika gak mau pulang. Need some fresh air. Let's go to Central Park.
Setelah beli kopi, lagi, gue lalu berjalan ke taman itu. Mencari spot favorit gue di tempat luas ini. Biasa nya klo ada waktu di hari sabtu dan atau minggu, baik pagi atau sore, gue suka jogging di sini. Bisa sama mom atau Bill. Klo mereka gak sibuk. Maka nya gue punya spot favorit untuk istirahat duduk-duduk di sini.
Dengan tangan gemetar, membuka email dari smartphone yang gue punya. Alamat email yang pertama kali gue punya. Apa gak bikin gue tambah sedih klo ternyata ada email dari dia? Atau denger kabar dari dia? Ahhh..gue mengurungkan niat dan gak jadi klik log in, tapi..jangan ge-er, dee. Blom tentu dia ngirim surat elektronik ke elu juga.
Gue menutup mata pas laman email gue sedang loading. Ternyata gue bener memasukan password nya.
Nafas gue tertahan.. Oh My God! Banyak banget email yang masuk. Terutama dari dia, dari Danny. Janji yang waktu itu diminta Danny adalah tetep berkomunikasi sama dia di mana pun gue berada. Maka nya dia mencatat alamat email gue di telpon genggam nya. Gue melihat tanggal email-email itu dikirim dan..yang paling atas..baru 5 menit yang lalu dikirim. Serius?
Gue buka dengan jantung lebih berdebar-debar dibandingkan pas liat Glen tadi..
" Been 2 years now and I dunno how to reach you.. since yer cell number is dead. I think it drives me crazy. Email juga gak bales, lupa sama janji lu yah? Atau ternyata lupa sama password email lu yang ini? It's been 6 months since my last email, and the reason why I write this is..I think I just saw a girl who looks pretty much like you. In New York.."
Sampe situ gue keselek kopi yang gue minum. What the?!! Gue terbatuk-batuk dengan heboh nya. Sampe ada yang lewat sambil nanya keadaan gue.  Bilang gak papa sambil senyum dan dia pun akhirnya berlalu.
Mengatur nafas lalu kembali membaca email dari Danny..
" ..but she has red colored hair. Masa sih rambut lu merah menyala gitu? Bukan nya gak mungkin..tapi..seorang Deena Kayleigh? Hmm..well, gue kaya bikin monolog gini di email. Write me back whenever you read it. Kinda miss you especially our chats and tea time, dear. And I owe you Wendy's. ;) "
Gue tersenyum lebar dan kembali menangis. Lalu pergolakan pun di mulai. Bales atau enggak?? Dan tiba-tiba pengen baked potato nya Wendy’s.
Berdiri lalu ke 5th avenue. Berjalan ke sana tanpa berhenti, seperti dikejar sesuatu yang tidak nyata dan diberi energi entah darimana.
Setelah sampe di restoran deket perempatan lampu merah itu, gue pesan dan duduk di pojokan.
" Wendy's 5th avenue. Come alone. Now! And see if I'm red haired or not. Gue akan di sini sejam. "
Sent.
Apa Danny bakal dateng?
Mending baca dulu semua email nya sambil nunggu. Dari belakang aja deh biar urut. Danny cerita tentang the script, entah mau menjaga perasaan gue atau apa, dia gak nyebutin nama Glen satu pun di email nya. Selalu bilang kami atau the script. Selain itu dia cerita tentang love life nya. Udah punya pacar dia, model di video klip breakeven. Well, that's a nice thing to hear. Merindukan suasana pas kami berdua cerita di Dublin zoo pas baca email-email yang dia kirim. Gue kembali menangis di restoran fast food. Seperti nya para pelayan di sini mengira gue patah hati trus melampiaskan nya dengan makan. Terserah lah.
Ada satu email yang bikin gue terkejut.
" ..anyway, Luke's asking about you. Dia bilang klo gue tau cara menghubungi lu, dia minta dikasih tau. Atau, lu yang hubungin dia di rumah kakek-nenek nya. Shud I give him your email? "
Lalu di email selanjutnya dia kasih tau alamat email Luke. Gue copy trus gue simpen di phone book. I'll write you, Luke. Nanti kirim surat nya dari email gue yang baru bikin setelah gue di New York. I have 3 email addresses, satu yang lama ini, dua yang baru bikin setelah gue sampe di New York. Dua itu yang satu buat kerjaan, yang satu pribadi.
Gue tersadar, sudah berapa lama gue duduk di sini? Makanan dan minuman yang tadi gue beli udah habis. Cek jam di smartphone..
Eh? Danny gak dateng! Ini udah lebih dari 1 jam sejak gue kirim email ke dia. Well, baiklah kalau begitu. Pulang saja. Butuh istirahat dan nanti siap-siap dijemput Bill di rumah.
Oh iya! Lupa nelpon Bill. Well, sebenernya janji “GUE AKAN TELPON KLO UDAH SAMPE RUMAH” , right? Jadi gue gak melanggar janji gue yang itu dong. Hehe.. Tapi biar dia gak nyariin, I text him, dia blom telpon berarti sibuk..gue bilang tadi ada yang dikerjain dulu dan baru sekarang akan pulang. Nanti gue akan telpon dia klo udah sampe rumah.
Dan tiba-tiba..bruukk!!

Sabtu, 19 Mei 2012

30 Reasons To Smile - Chapter 60

" Dee!! “
Kesadaran gue kembali pas Bill narik lengan gue. Eh? Apa yang baru saja gue lakuin? Diklaksonin sebuah taksi karena gue akan menyeberang jalan tanpa lihat kanan-kiri. Semua karena lagu itu. Lagu yang sering sekali gue denger berkali-kali di mana pun gue berada di kota ini. Lagu yang semalem gue denger di toko perhiasan.
" Itu lagu nya. Semalem. " kesadaran gue kembali sedikit demi sedikit.
" Tapi gak sampe nyebrang tanpa liat kiri kanan dong. " kata Bill marah.
" Baru kali ini lu marah sama gue. "
" Yaiyalah!! Cari mati gitu?! Mau ke seberang?? Ayok!! " Bill gandeng tangan gue.
" Eh, Clara mana? "
" Dia udah pamit tadi. Lupa? Astaga! "
Oh, iya. Ya Tuhan, kenapa sampe segitu nya lagu itu berpengaruh ke gue yah?
Bill menggandeng tangan gue dan kami mencapai zebra cross terdekat lalu menyeberang. Mendekati kerumunan orang di acara today show itu. Mulut gue bergumam sendiri mengikuti lirik lagu itu, di bagian-bagian yang gue hapal saja.
Seperti nya gak akan sampe ke deket panggung nya. Lalu gue mendengar pembicaraan sekelompok gadis yang gak jauh dari gue..yang membuat gue melambatkan langkah..
" Oh my God, Glen is sooo fuckin' hot. Danny is a god, but, Glen is just..aarrrgghh.. " kata gadis berambut brunnette itu.
Glen? Danny?
" Kenapa? " kata Bill heran sambil nyentuh lengan gue.
" Ini band yang opening show nya Sir Paul, Bill? "
" Iya. "
" Nama band nya..apa? " tenggorokan gue tercekat. Gak siap sama kemungkinan jawaban yang dikasih Bill akan sama dengan apa yang ada di kepala gue.
Tapi sepertinya Bill gak denger pertanyaan gue itu karena mereka selesai menyanyikan lagu nya dan banyak sekali teriakan dan tepukan tangan. Suara gue kalah sama histeria penonton.
" Tuh ada spot.. " Bill narik tangan gue dengan cepat dan tanpa gue bisa menghindar, melihat mereka.
Danny dengan kemeja kotak-kotak hitam-putih nya dipadu dengan rompi yang terlihat sedikit lusuh, dia terlihat lebih gemuk dari 2 tahun lalu, tapi terlihat lebih menarik. Pipi nya gak terlihat terlalu tirus lagi. Tampan!

Mark yang tetap dengan kepala botak plus jenggot berwarna ginger menggunakan raincoat seperti model jas bajak laut berwarna biru. Dan gue tertawa kecil karena inget paddington bear gue pas masih kecil yang dikasih sama Na, salah satu nya ada yang make jas hujan seperti Mark.
Lalu gue mengalihkan pandangan ke Ben yang terlihat menunduk malu-malu dan buru-buru turun dari stage setelah lagu selesai..menghampiri..Quinner. Oh, jangan lihat ke sini, Quinner!
Gue lalu memalingkan wajah dan memandang satu-satunya laki-laki yang membuat jantung gue berdetak lebih kencang. Laki-laki yang membuat gue melihat dia 5 detik tanpa bernafas sekali pun. Magnet yang menarik seluruh indera yang gue punya.
Hari itu dia terlihat senang sekali, dari tadi gak berhenti tersenyum. Jeans, jaket, kaos yang semua nya berwarna hitam bikin dia terlihat lebih bersih. Tampan sekali. Apa ini karena full 2 tahun belakangan gue gak pernah liat dia? Entahlah. Tapi Glen terlihat jauh lebih menarik berkali-kali lipat sekarang.
Air mata gue menetes. Sejak tadi tertahan dan baru menetes setelah terkumpul banyak di kelopak mata bagian bawah. Baru tersadar kalau gue teramat sangat merindukan dia. Dada ini sesak sekali dan kalau bisa, gue sekarang sudah berlari dan meluk dia erat. I am here, bucket. Kamu gak kangen sama aku? How's life? Your life?
Sepertinya acara sudah selesai dan mereka menyempatkan diri untuk berdiri di depan panggung bertiga. Menyapa yang sudah menonton mereka, dan tanda tanganin beberapa CD punya penonton.
" Nama band nya The Script. Gue ba..eh, Dee? "
Bill heran melihat gue nangis.
" Are you okay? " kata nya sambil merubah posisi berdiri dengan megang dua lengan gue yang sedikit berguncang.
Isakan gue tambah parah dan Bill yang bingung akhirnya cuma meluk gue. Persis seperti malam sebelum kami mulai deket, malam di saat gue sadar, kalau gue udah bersikap gak adil sama Bill. Awal-awal di New York gue defensif sekali sama dia, berkelakuan buruk. Melampiaskan kemarahan dan kekecewaan gue terhadap putusnya hubungan gue sama Glen ke orang yang salah, ke Bill.
" Everything's gonna be okay. " kata nya sekarang sambil ngusap-ngusap kepala gue. Bener-bener sama kaya waktu itu.
Dia gak pernah gue ceritain tentang Glen ataupun Luke. Mungkin mom pernah cerita ke dia, jadi dia juga udah ngerti dan gak nanya macem-maem lagi sama gue, terutama motif gue tiba-tiba ikut pindah ke New York. Gak pernah tau alasan gue menangis malem itu tapi tetep tinggal untuk meluk dan menenangkan gue. Seperti sekarang.
" Take me..away..from..he..re... " kata gue di sela isakan.
Bill membawa gue pergi dan merangkul gue. Gak mau nanti Glen liat, atau siapa pun di antara mereka semua, even Quinner.
Shee yang selalu nelpon gue tiap sekali seminggu pun gak pernah bercerita tentang Glen ataupun The Script. Mereka tampil di Today Show, adalah sinyal bagus. Berarti mereka sudah mulai masuk pasaran Amerika. Hanya dalam waktu 2 tahun? Ah, kurang dari 2 tahun malah.
Salah satu alasan gue ikut pindah ke New York adalah, pasar musik Amerika adalah pasar yang susah ditembus, dengan sendiri nya ini memberi gue waktu untuk tidak melihat, membaca atau mendengar band nya Glen dalam waktu lama. Gue bodoh kalau mengira waktu yang dibutuhkan mereka untuk menembus pasar Amerika itu lama, karena gue sendiri tau mereka itu band yang sangat bagus. Terbukti kan sekarang?

30 Reasons To Smile - Chapter 59

Pagi-pagi di hari Jumat seperti sekarang udah ada di Rockefeller Centre aja ini. Beli bagel sama kopi sambil nunggu Bill muncul. Klo gak demi Bill sih agak males yaaa.. mending langsung ke kantor aja. Tapi demi ini, Bill ngebolehin gue libur sehari di hari jumat. Langka banget.
Seperti nya akan ada show music di sekitar sini, karena di salah satu bagian trotoar jalan komplek ini ada beberapa sound sistem yang diatur sedemikian rupa dengan panggung yang gak terlalu besar. Dan udah ada beberapa orang yang berkerumun di sana.
" Hello, beautiful! " begitu dateng, Bill langsung cium pipi gue.
" Hello, handsome boss. " kata gue lalu nyengir. Bill minum kopi gue sedikit.
" Bosen deh ketemu lu mulu. Kaya nya baru gak ketemu beberapa jam. "
" Do'oh! Semalem yang berlama-lama di restoran siapa? Gara-gara milih cincin nya lama sih! Jadi telat makan di restoran nya. Telat pulang, telat tidur. "
" Haha! Maaf. Tapi kan hari ini lu libur, biar pak boss yang selesein semua kerjaan anak buah nya. "
" Ya iyalah. Ada mau nya. Emang yakin diterima apa? " gue menjulurkan lidah.
" Lu bilang gue salah satu malaikat yang nyasar di bumi? Masa lamaran nya ditolak? "
" Ngelamar nya kurang romantis sih. " kata gue.
" Haha! "
" Yuk! " gue ngabisin kopi dan ngelap bibir gue pake tissue.
" Ayuk! "
Berjalan keluar coffee shop itu dan menuju tempat prosesi.
" Rame banget. Siapa sih yang mau ada show di situ? Eh, today show yah, Bill? "
" Iya, acara today show. Lupa nama band nya tapi dulu pas liat Paul Mc Cartney di NY's City Field, mereka opening act nya. "
" Wah! Pasti band keren yah?! "
" They're good. Gue sama dad kan nonton. "
" Tahun berapa? "
" 2009. Yang waktu itu lu harus ke LA buat nemuin penulis baru, jdi gak bisa ikut. "
"
Oh iya lupa! Dan pas gue udah di New York lagi lu pamer kan? Geez. "
“ Dan lu sempet ngambek segala 2 hari. “
“ Lagiaaannn..Sir Paul kan keren.. “ kata gue sambil cemberut. Masih blom rela. Cowok itu ngerangkul gue.
" Banget! Lu kan tau dad pecinta Beatles dan sedikit menjadi british addict, jadi pas lah sekarang dapet pasangan nya.. " Bill mengerlingkan mata. Gue tertawa.
Kami berhenti dan berdiri di trotoar. Tempat yang pas, karena agak jauh dari tempat today show bikin acara. Jadi, keriuhan yang sudah mulai di sana gak terlalu berpengaruh, malah bagus karena band itu seperti menyanyikan lagu latar untuk momen ini. Hehe..
Mengambil smart phone milik Bill dan cowok itu megang sebuah papan yang sudah ditulisi. Sambil megang sebuah benang.
" That's her! " kata Bill semangat.
Gue merhatiin titik yang ditunjuk Bill, lalu berpaling dan nyentuh bahu nya.
" Goodluck, brother. "
" Thanks, my soon to be sister. "
Tersenyum dan mulai mengarahkan smart phone yang sudah dalam keadaan merekam itu ke seorang perempuan yang berjalan ke arah gue. Tangan kanan pegang smartphone, tangan kiri pegang ujung benang yg satu ujung lain nya udah dipegang Bill yang berdiri di meja kecil yang daritadi dia bawa-bawa.
Clara gak liat klo gue udah berdiri di sana, gue hadang jalan nya sambil bilang hai dan menyerahkan ujung benang yang gue bawa ke dia.
" Ada ap.. " omongan nya terpotong pas gue mundur dan nunjuk Bill.
Clara, pacar Bill 8 bulan ini, terlihat kaget tapi seneng karena Bill membalikan papan yang dia pegang, lalu sedikit menaikkan ujung benang yang dia pegang sehingga perlahan cincin berlian yang semalem kami pilih, semakin mendekat ke arah Clara dan akhirnya tiba di ujung benang yang dia pegang.
Tersenyum malu-malu dan sempat mengedarkan pandangan. Beberapa orang yang lewat berhenti karena menyadari ada seorang laki-laki yang melamar pacar nya di sini. Pemandangan langka yang gak mungkin mereka lewatin begitu aja.
Wajah Bill menyiratkan penantian karena pertanyaan nya di papan belum dijawab Clara. Gue lalu menggerakan bibir gue..
" Say it, Bill. " begitu berulang-ulang sampe Bill ngeh dan akhir nya teriak.
" Clara Evans, will you marry me? " kata Bill lantang. Sampe beberapa orang di seberang jalan mencari-cari sumber suara.
" I will. " kata Clara akhir nya, setelah masih terlihat gak percaya.
Gue terharu dan beberapa orang bertepuk tangan.
Tersenyum lebar begitu Bill terlihat sangat senang dan berdiri setelah memasangkan cincin tunangan ke jari manis pacar nya.
Clara Evans adalah perempuan yang sangat beruntung mendapatkan Bill Adams sebagai calon suami nya.
Gue mengucapkan selamat dan memeluk mereka berdua secara bergantian.
" Thanks for your help, sister. I owe you. " kata Bill sambil nyium pipi gue.
He's Derek's only son. Sosok kakak cowok yang sangat ingin gue punya selama ini. Dia yang mendampingi dan membantu gue beradaptasi dengan kota New York. Mencarikan gue apartemen, mengisi perabotan dan membantu gue membersihkan nya selama 2 hari berturut-turut. Walaupum gue bersikap gak tau diri, cemberut terus dan menyebalkan.

Menerima gue bekerja part time di perusahaan penerbitan nya, dan akhirnya diangkat jadi karyawan tetap karena ternyata dia suka hasil kerja gue. Itu juga setelah beberapa bulan gue akhirnya bisa berdamai dengan diri sendiri.
Dan yang paling penting, tahan akan kelakuan gue yang sangat defensive dan menyebalkan sekali di bulan-bulan pertama di sini. Klo bukan karena Bill, mungkin gue akan kesepian dan merasa gak cocok tinggal di Big Apple. Dan mungkin sekarang gue udah ada di London lagi. Mungkin juga, gue akan jadi rebel sampe sekarang.
Seperti yang gue bilang sebelum nya, dia malaikat yang terjebak di dunia ini. Dibanding mom dan Derek, selama gue di New York, waktu yang gue punya banyak dihabiskan sama dia. Kami itu udah seperti saudara kandung. Dia dari dulu pengen punya adik, dan gue dari dulu pengen punya kakak. Klop.
And I love him.. as my brother. I couldn't ask for more. I couldn't ask for someone else.

Sabtu, 12 Mei 2012

30 Reasons To Smile - Chapter 58

Bill muncul lagi dengan wajah nya yang cerah dan tersenyum. Dia pun duduk di hadapan gue, tetep dengan ekspresi nya itu dalam waktu lumayan lama.
" Sorry. " kata gue.
Merasa gak enak karena memperlihatkan wajah cemberut gue ke dia beberapa puluh menit belakangan ini.
" Buat apa? " kata nya lembut, lalu mengelus pipi gue dengan jempol kirinya.
" For being such a bitch.. "
" Who've said that? Gue tau pasti lucky luke charm lu itu penting tanpa lu cerita siapa yang ngasih kok. "
Ah. Dia selalu seperti ini. Terlalu pengertian, terlalu sempurna. Gue itu menyebalkan sementara dia adalah malaikat yang terperangkap di dunia.
" Terima kasih udah ngertiin gue. "
" That's my job actually. " kata nya.
" Ayo ke toko perhiasan. " gue memaksakan diri untuk tersenyum.
" Gak mau ah. Senyum nya gak tulus. Ayo, senyum yang bener dulu! Nih..dibantu pake ini nih.. "
Bill megang tali dengan 3 warna bendera Irlandia itu dan menggoyang-goyangkan nya. Muka nya jahil bener. Senyum gue langsung merekah. Lucky luke charm gue!!
" Di mana ketemu nya?? " gue samber aja dan langsung gue pandangin. Lega.
" Di deket dispenser. Tadi abis isi tumbler kan? " kata nya lucu.
Oh. Iya!
" Thank you! Thank you! Thank you! " gue meluk dia lalu cium dua pipi nya.
" Nah! Ini baru Dee yang gue sayang. Yuk beli cincin tunangan! " kata Bill sambil narik tangan gue supaya berdiri.
Kota New York di bulan Mei ini indah sekali. Sudah hampir sebulan masuk spring season. Can not wait for summer. Biar kulit gue ini lebih coklat sedikit. Hehe.. Tapi biasa nya klo summer turis seperti nya jadi lebih banyak. Dan setiap berangkat kerja melewati Times Square, pasti senyum-senyum liat turis-turis itu, terutama yang dari Asia, mereka sibuk sekali mengabadikan gambar.
Dua tahun tinggal di New York, gue masih aja kaget dengan super modern nya kota ini, plus kehidupan di sini cepat nya juga ada di tingkat super. Apalagi kantor gue ada nya di pusat kota, makin berasa lah cepat dan sibuk nya ritme kehidupan kota besar ini. Itu juga sebab nya gue lebih milih tinggal di pingiran kota, di sebuah apartemen satu kamar yang gue dekorasi sedemikian rupa dan menolak sewaktu di tawarin apartemen mewah di gedung yang sama kaya mom and Derek. Di New York ini adalah saat nya gue hidup mandiri, berusaha tanpa bantuan finansial dari mom dan atau Derek, well, terutama dari Derek.
Dia gak keberatan malah menghidupi gue, apalagi semenjak jadi kepala salah satu rumah sakit di daerah Queens. Jadi gaji per bulan nya otomatis naik.
Kuliah gue baru aja selesai bulan lalu, hal yang sangat melegakan karena kerja dan kuliah di saat yang bersamaan adalah sesuatu yang sangat melelahkan, serasa 2 tahun ini gak pernah ada cukup waktu buat mengistirahatkan badan. Terlihat kurus dengan pipi tirus dan kadang ada tanda kurang tidur di bawah mata gue. Mom sering banget protes klo liat wajah kurang tidur gue, kadang marahin Bill yang ngasih gue banyak kerjaan. Klo mom udah mulai gitu biasa nya gue protes sama dia. Bill itu salah satu atasan terbaik yang seorang karyawan bisa minta, dan it's my job..jadi gak bisa lah mom marah ke Bill.
Untung juga dapet beasiswa, walau gak full, dari kampus. Jadi gue gak harus ambil dua pekerjaan sekaligus buat bayar kuliah dan apartemen juga.

" Mom, masih 6 bulan lagi. Nanti aku baru akan beli bulan September. Aku udah bilang kan berkali-kali. "
" Okay..okay.. Sorry. Besok malem ke rumah yah, sayang. Udah lama kita gak makan malam. Ajak Bill. "
" We were, mom. Last week. "
" No, it was two weeks ago. Mom kangen. Kamu gak pengertian banget sih? "
Gue tersenyum. Inget betapa seneng nya mom waktu gue bilang akan stay di New York buat lanjutin kuliah. Sampe beliau mau beliin gue mobil baru. Of course gue tolak lah. Pindah universitas tapi tetep di major yang sama. Dapet beberapa teman baru yang mengangap aksen gue aneh tapi seksi. Oh, please!
" Okay, mom. Tapi aku gak mau liat tiba-tiba ada gaun putih panjang berlebihan yang harus aku coba yah? " kata gue.
" Deal. I love you, dear. "
" Love you too, mommy. "
Gue menutup telpon dan kembali memperhatikan cincin-cincin cantik bertahtakan berlian yang sudah dipilih sama Bill. Ada kira-kira 8 buah. Semua cantik. Rata-rata berlian berwarna bening tapi ukuran nya bermacam-macam.
" Mom nyuruh beli gaun? "
" Yup! Padahal masih 6 bulan lagi. Bsok makan malam yah sama mom and dad?! "
" I just met him yesterday, but, okay. I'm coming with you. " kata Bill yang bikin gue tersenyum. Selalu nurut dia sama perintah gue.
That's why I love him. Hihi..
" Oh iya..mom gak nyuruh lu ganti cat rambut? " kata Bill lagi sambil ngambil sejumput rambut merah menyala gue.
" I am Hayley Williams with british accent, you know. Haha..no. Udah bosen protes mungkin. "
" At least gak warna ungu atau biru seperti pas bulan-bulan pertama lu di New York yah?! "
Gue cuma ketawa mengingat-ingat hal itu. Bulan-bulan pertama di New York itu masa transisi yang bikin gue sedikit gila. Transisi lingkungan, budaya, hati dan efek nya dalam setahun gue gonta-ganti warna rambut, pernah pink, hijau, ungu, biru.. warna-warni deh! Sampe bikin mom geleng-geleng kepala dan mengelus dada berulang-ulang. Untung nya ini New York, jadi seaneh apapun penampilan lu, gak masalah sama sekali, pasti beda klo di Dublin. Haha!
Mungkin bulan depan akan dicat warna maroon, klo yang sekarang warna nya udah bertahan hampir 6 bulan. Dan seperti nya akan di cat brunette pas pernikahan berlangsung.
Gue tertegun karena baru sadar. Lagu yang baru beberapa detik diputar di toko ini adalah lagu yang sangat mengganggu kepala gue beberapa minggu ini..entah kenapa suara nya sangat familiar, setiap gue pergi keluar kantor, sering banget denger lagu ini diputar, entah pas gue lagi di toko kopi, di mall, atau di public area mana pun di NY. Tapi gue selalu lupa untuk nyari lagu itu di internet.
Gue bahkan hapal salah satu bagian lagu nya..sangat mengena di hati gue.
" One still in love while the other one's leaving. Cos when a heart breaks no it don't breakeven. "

Sabtu, 05 Mei 2012

30 Reasons To Smile - Chapter 57


“ Damn it!! Do you see my lucky luke charm? “
Pertanyaan terakhir gue tanya ke semua orang di departemen ini. Semua. Tanpa terkecuali. Udah kaya orang gila aja ini.
Semua orang jawab gak lihat. Ya ampun!
“ Dee!! Cepet!! “ kata Bill gak sabaran.
“ My lucky luke charm!! “ kata gue sambil sekali lagi berantakin meja. Gak nengok ke arah nya sama sekali.
Gak ketemu. Lalu mulai terduduk di lantai deket CPU komputer. Hampir nangis karena kesal.
Bill berdiri di depan gue. Lalu gue denger dia menghela nafas. Gue mendongak.
“ Jangan bilang.. ‘Aaahhh..cuma seikat bunga furze kering doang, Dee.’ atau gue gak akan temenin lu beli cincin tunangan! “
Bill langsung angkat tangan nya. Lalu pergi. Entah kemana.
Bunga furze kering itu, well, pas dikasih ke gue sih masih segar, bunga kuning berkelopak kecil itu mengering dan akhir nya pas 100% kering, gue laminating lalu gue kasih bolongan untuk diiketin ke tali warna hijau, putih dan orange.
Bill datang lagi dan ngangsurin segelas air mineral dingin.
“ Minum dulu trus inget-inget lagi. Gue gak tau itu benda penting nya kenapa..jadi maklum aja klo gue bilang lu aneh sampe ribut begini nyari your lucky luke charm itu. “
Dia pergi lagi tapi gue sempet denger dia teriak..
“ Makanya cerita! Cowok paling deket di dunia lu yang absurd itu kan cuma gue. Kata nya sayang sama gue, tapi cerita tentang benda itu aja gak pernah. “
“ Shut up!! It’s not just a thing. Bollock!! Gak usah jadi aja deh tunangan nya!! “
Lalu Bill gak ngoceh lagi.
Bunga furze kering itu penting, sepenting orang yang ngasih. Bocah kecil bernama Luke Power. Yes, maka nya nama nya jadi lucky luke charm. Entah kenapa menjaga bunga itu sama saja seperti menjaga Luke sendiri. Padahal itu bukan kewajiban gue juga kan?
Jadi inget sama hari itu. Gue sengaja balik ke Dublin 2 hari. Mengurusi 2 hal. Hari pertama ke makam daddy dan pamit. Lalu seharian membereskan barang-barang yang bisa gue bawa dan selebih nya disimpan di loteng atas. Rumah di Dublin akan disewakan dan semua itu diurus sama ayah nya Shane. Gue bilang siapa aja boleh sewa dan ayah nya Shane atau Shane, tergantung siapa yang dapet orang buat sewa rumah ini, akan dapet komisi 10% dari total harga sewa nya.
Hari kedua, setelah ngirim barang-barang yang gue perlu ke London, gue janjian sama Luke, lewat ma. Gue jelasin klo gue akan pergi ke luar Irlandia dan sebelum menjemput Luke di sekolah nya, beliau memeluk gue erat sekali.
“ I know you belong here. I’m gonna wait until you come back again. “
“ Of course I will, ma. My dad’s here. “ kata gue sambil tersenyum. Berusaha untuk tidak menangis.
“ Anak baik. “ kata beliau sambil ngusap-ngusap pipi gue.
Luke yang gue jemput di sekolah agak kaget begitu tahu siapa yang dia liat begitu keluar sekolah.
 “ Apa ini tanda nya aku bisa makan telur orak arik sama sosis for lunch? “ kata nya lucu.
“ Yes, sure! Let’s go! “
Anak itu langsung ngegandeng tangan gue.
“ Grands udah ngijinin aku ajak kamu main ke taman. Atau kemana aja kamu mau, dear. “
“ Why? “
“ Because..Imma leave this country for a very long time. “
Luke tiba-tiba berhenti. Lalu mendongak dan ada pancaran mata sedih di wajah nya. Gue pun memposisikan diri sejajar sama dia, dengan lutut di tanah.
“ Aku mau sekolah di luar negeri, sayang. Jadi, aku mau merealisasikan janji aku ke kamu waktu di rumah sakit. Scrambled egg. “ kata gue sambil senyum.
“ Dad ke luar negeri terus, sekarang Dee. Aku kira Dee bakal tinggal di sini terus. “
“ Kan ada grands. “ kata gue.
“  Daddy bikin salah sama Dee yah? “ kata nya polos.
“ Ahhh…enggak. “ kata gue sambil berusaha menghindari tatapan mata nya.
“ Trus? Kalian udah gak pacaran lagi? “ kata nya penasaran.
Gue akhir nya menggeleng. Toh gak akan bisa bohong sama dia juga.
“ Pasti daddy bikin salah. Kadang dad itu agak susah dimengerti dan berbuat bodoh. “
Gue ketawa ngakak. Luke tadi nya ngeliatin gue heran, tapi akhirnya dia ikut ketawa bareng gue.
Kami bersenang-senang seharian itu. Makan siang dengan telur orak-arik dan ngerjain pe-er nya di rumah gue. Telpon ke rumah ma dan bilang dia baik-baik aja. Lalu nerima telpon dari Glen beberapa kali, dan gak bilang klo dia lagi sama gue. Tadi nya dia nanya kenapa gak boleh bilang sama daddy nya, tapi gue jelasin klo nanti..setelah gue pergi ke London, dia boleh cerita sama ayah nya tentang hari ini.
Setelah itu kami ke St. Stephen’s Green atau Faiche Stiabhna  dan sempet ke shopping centre nya dan berakhir di Grafton Street buat makan malam. Pas nganterin Luke balik, dia tertidur dan gue gak tega bangunin dia. Akhir nya gue gendong aja sambil satu tangan bawa tas nya.
Dibukain sama ayah nya Glen dan gue pun nyerahin Luke ke dia dan sekalian pamit.
“ Kamu kapan berangkat ke London? ”
“ Besok pagi. See ya when I see ya, Mr. Power. Thanks for everything. “ gue meluk ayah Glen di bagian kiri badan nya. Karena beliau masih gendong Luke yang tertidur.
Pagi nya, sebelum gue pergi. Saat gue sedang memandangi rumah buat terakhir kali nya, menyimpan pemandangan itu di kepala gue, ternyata Luke, ayah nya G dan ma dateng.
Luke marah karena semalem gak ngebangunin dia sebelum gue pulang. Dia nangis sedikit dan gue pun minta maaf sambil meluk cowok kecil itu.
“ This is for you. Thanks for yesterday. I had fun. Aku harap aku bisa bikin Dee kembali ke Dublin lagi. “ kata nya setelah tangis nya reda sambil nyerahin seikat bunga furze.
“ Thank you very much. Love you, Luke. “ kata gue sambil nyium pipi nya lalu ngacak-ngacak rambut nya.
“ I love you more than dad, Dee. “
Gue tersenyum denger ucapan nya itu.
*fap*
Balik ke masa kini..
Ini baru pertama kali nya bunga kering itu raib dari gantungan tempat gue nyatuin berbagai macam kunci yang gue punya. Jangan sampai hilang, please. Nanti kalau ketemu, siap gue simpul mati di gantungan nya. Atau akan gue pindahin ke folder kecil yang gue bawa terus yah?
Tadi setelah makan siang dan jalan dari restoran melewati Times Square, sambil melihat papan iklan salah satu klien kami yang baru dipasang, gue balik ke kantor ini sebentar, trus ke kampus buat menghadiri satu kelas lalu balik lagi ke kantor. Mengerjakan beberapa hal dan sekarang baru mau ke toko perhiasan sama Bill.
Terakhir megang lucky luke charm itu di mana yah??