Minggu, 28 Desember 2014

Teh Tarik - Chapter 12

When he holds my hand... it feels so right. I love the way he kissed me that night. God, I love him so much!!

Malam itu gue galau banget, sumpah. Begitu sampai rumah, gue langsung masuk ke kamar. Menyendiri. Kenapa daya magnetnya kuat sekali? I want him and I don't want him at the same time. Sepertinya memang harus diomongin sama Ardi juga. Aaah pusing!!
Tidur larut. Jam dua lewat baru bisa memejamkan mata. Ardi sms dan telpon beberapa kali, tapi nggak gue gubris... Hah.. matiin ajalah. Nggak tau kenapa, gue lagi males meladeni dia. Takut salah. Takut tambah suka. Takut kangen. Takut nangis!! Yeah.. call me a nerd.

Jumat pagi yang ngantuk. Tiga jam tidur dan sudah harus stand by di warung gue!! Si Adik udah nggak ngambek lagi, jadi dia yang beredar di kost-san.
"Mbak, dicari mas Ardi, nih.." Kata adik gue sambil memberikan selembar kertas, tapi karena warung masih ramai, gue belum sempat baca isinya. Jam setengah sepuluh warung gue baru mulai sepi. Gue sendiri dan ingat tentang kertas itu. Gue ambil dari kantong gue dan gue buka lipatannya.

"Maaf kalau kamu marah, but I won't regret it... I kissed you because I want to... Sebenernya dari hari Minggu itu aku udah mau cium kamu, tapi nggak ada kesempatan... meet me this afternoon.. no, evening. Jam setengah empat setelah gue dari rumah sakit."

Tulisannya nggak terlalu bagus, tapi masih bisa dibaca. Ketemu dimana? Dasar orang aneh!!
Gue menutup warung tepat di saat adzan Dzuhur mengalun. Gue langsung ke kamar dan menyalakan handphone yang gue biarkan mati dari semalam. Tons of messages from Ardi!! Jadi merasa bersalah. Pasti Ardi sendiri juga merasa nggak enak banget, ya? Dia mengira gue marah dan sebagainya. Pasti dia nggak bisa fokus di rumah sakit.

***

Sore itu gue duduk di dekat ruang ATM di rumah sakit, memperhatikan anak-anak kecil berumur 7 hingga 12 tahun latihan karate. Gue duduk di lantai koridor yang menghubungkan bangunan gedung rawat jalan dengan rawat inap. Lantainya tinggi, jadi enak duduk disitu. Adem juga. Gue mengambil posisi agak jauh dari orang-orang yang juga menonton anak-anak itu latihan.
Tiba-tiba ada tangan dari belakang dengan sebuah es cream conello. Gue tau itu tangan Ardi. Khas banget, karena urat-urat di tangannya yang timbul. Tipikal tangan anak basket. Dia tersenyum dan gue ambil es krim itu dari tangannya.
"Terima kasih.."
Lalu Ardi duduk di sebelah gue. Kita berdua sama-sama makan es krim. Sebuah kantong plastik menengahi kami, sebagai tempat sampah.
"Tas dan jas lo mana?" Tanya gue.
"Udah dititipin ke Amir, dibawa ke kost-an. Dee, makasih ya semalem jahe nya. Badan ku enak banget abis minum itu. "
"Iya, sama-sama, kan spesial buat yang ultah. Oh iya.."
Gue ambil paperbag yang gue taroh di bawah jalan beraspal itu. Di deket kaki gue.
"Selamat ulang tahun." kata gue.
"Eh, kok repot-repot amat?"
I just smile dan mengurangi salting dengan menekuni es krim di tangan gue. He just staring at me and then I'm shaking.
"Sesuatu yang bisa dipakai dan bermanfaat, semoga suka."
"Thank you. Nanti ya buka nya? Tangan nya lengket." kata Ardi lucu.
Hening yang agak lama, agak canggung untuk memulai apa yang sebenernya mau kami berdua omongin dan kami malah sibuk sama es krim masing-masing. Klo kebetulan saling pandang paling senyum doang trus buang muka. Haha..lucu banget deh pokok nya.
"Es krim ku cepet banget abis nya. Gak enak nih tangan nya, lengket."
"Sini tangan nya.." kata Ardi menggantungkan tangan nya yang terbuka di udara.
"Eh?"
"Sini."
Dia ambil tangan gue trus dilap pake tisu basa,entah dapet dari mana. Gue gak liat dia ambil darimana dan kapan, kaya anak bayi aja dilapin kaya gini. Haduh. Di tempat umum kaya gini lagi. Malu. Mana muka nya keliatan telaten banget lagi bersiin tangan gue.
"Makasih." kata gue malu-malu setelah selesai. Gak lengket lagi dan harum. Kemudian dia bersiin tangan nya sendiri.
"Sama-sama."
Umm....ini kita kapan ngomong nya ya?
"Dokter Min.."
"Iya?" kata nya, tumben nyaut dipanggil dengan nama itu.
"Yang semalem i.."
"Dee, boleh dibuka gak?"
Omongan gue langsung dipotong dan muka exciting nya bikin gue mengangguk. Dia pun buka paperbag yang bagian luar nya gue kasih hiasan bunga dari pita itu. Kado nya sih gak dibungkus, cuma dikasih plastik aja.
Kemeja biru gelap bergaris vertikal lengan pendek. Gue selalu suka liat dia pake kemeja. Dan seperti nya koleksi kemeja nya Ardi terbatas.Cowok itu klo pake warna gelap pasti keren, irresistable.
"Coba ya?" mata nya terlihat berbinar-binar.
Gue bisa bayangin dia pake kemeja itu pas gue akhirnya memilih untuk beli itu di toko. Pasti keren. Pasti Ardi banget dan sekarang walau kemeja nya didouble, dia terlihat seperti yang gue bayangin.
"I love it. Love it very much. Thanks ya, dee."
"Sip." gue nunjukin dua jempol gue.
Setelah puas nyoba, dia lipet lagi kemeja itu dengan rapi lalu dimasukin ke paperbag lagi.
"Dee?"
"Ya?"
"Gudeg kamu itu bisa dipesen gak sih?"
"Bisa dong. Tapi musti dari jauh-jauh hari."
"Yah, gak bisa dong klo buat besok?"
"Emang buat siapa?"
"Buat oma. Ada arisan gitu di rumah oma besok. Gue udah keceplosan mau bawain oma gudeg."
"Hahaha...maka nya jangan sotoy. Siapa suruh main bilang bisa aja?"
"Yaahhh..dee...bantuin dong." kata nya dengan muka memelas.
"Gimana cara nya? kan bikin nya harus seharian. Makin lama makin enak. Sekarang udah jam berapa coba? Bikin sendiri aja gih. Gue kasih tau deh bahan dan segala macem nya."
"Telpon oma dulu deh klo gtu."
"Oma punya asisten gak?"
"Ada. Bentar.."
Dia pun ngerogoh kantong dan menelpon sang oma. Menjelaskan sesuatu dan dilihat dari cara dia berbicara sama oma, sepertinya mereka punya hubungan yang dekat dan dia sayang banget sama oma nya. Maklum aja sih, kan pas kuliah dia tinggal sama oma nya.
"Nih oma mau ngomong."
Eh? Apa-apaan nih? Gue melotot karena merasa ditodong. Makasain gue nerima angsuran telpon itu, ngomong sama Ardi aja grogi, apalagi sama oma nya?
Setelah menarik nafas panjang akhirnya gue beranikan ngobrol ditelpon sama oma nya ni anak. Pake diliatin lagi, ya double lah salting nya.
Akhir nya sore itu pun gue sama Ardi meluncur ke rumah oma di daerah Serpong, Tangerang. Jauh yaaa....
Tadi sempet ngasih petunjuk ke oma dari cara milih nangka yang bagus untuk gudeg sampe komposisi bumbu dapur yang dipake. Sebenernya udah lengkap dan di sana ada mbak yang bantuin, tapi karena oma nya takut salah, akhirnya beliau nyuruh supir jemput Ardi dan gue ke sana.
Terjebak di jok belakang sama Ardi yang daritadi diem aja. Padahal dia kan sempet minta ketemu karena kita mau ngobrolin sesuatu. Payah.
Sampai gue menguap berkali-kali karena hari ini melelahkan sekali. harus nya gue udah tidur walau sebentar, nah ini..malah ke Serpong. Jauh dan membosankan karena gak ada yang diajak ngobrol.
Posisi gue di belakang supir dan bapak nya ini nyetel semacam kleningan musik jawa dari stereo set di dashboard. Makin ngantuk, gue nengok ke kanan dan menyenderkan kepala sambil memejamkan mata.
Hari jumat di jam pulang kantor tau sendiri kan gimana Jakarta? Terkaget oleh bunyi telpon selular, seperti nya tadi gue tertidur sebentar. Nyokap sms nanya gue udah sampai mana. Gue mengedarkan pandangan ke luar jendela, masih di tol dalam kota daerah pancoran.
"Aku ngebosenin ya?" kata Ardi tiba-tiba dan itu bikin gue otomatis nengok.
"Yes,you are. Lagian diem aja, gue tambah ngantuk."
"Sini.."
Ardi menarik badan gue supaya lebih dekat ke dia, bahu gue dirangkul lalu naroh kepala gue di bahu nya. Muka gue berasa memanas dan lebih memanas lagi karena gue menangkap basah mata pak supir nya ngeliatin kami lewat spiom tengah.
"Ihhh..gak gini juga. Ajak gue ngobrol juga udah cukup, pak min."
Gue bangkit dan kembali duduk tegak.
"Ngobrol apa?"
"Apa aja."
Gue sebenernya tegang juga ini mau ketemu oma nya Ardi, cowok yang notabene udah nyium bibir gue beberapa hari lalu...cowok yang blom ngejelasin ke gue perasaan apa yang sebenernya dia punya ke gue, tentang kami. Cowok bertampang oriental pertama yang gue taksir, yang gue sayang, satu-satunya pengecualian gue.
Terlalu banyak cerita yang gue sampaikan ke dia tentang gue, sekarang gamtian, gue mau membombardir dia dengan banyak pertanyaan.
"Please don't ask something private, there's someone else's here." katanya.
"Lisan kan? Klo tulisan? Boleh?"
Gak kehabisan akal. Gue ngeluarin note kecil yang selalu gue bawa di tas. Megang pensil dan memberikan pulpen untuk Ardi.
"I ask you then you ask me. Okay?"
"Okay."
Awal-awal sih masih nanya pertanyaan gak penting dan bikin kami ketawa-tawa doang. Tapi gue terdiam begitu baca pertanyaan dia yang sekarang.
"Kamu nyesel aku cium?"
Gue nahan senyum.
"Gak. I kissed you back remember?"
"Yea. You liked it?"
"Definetly. Did you?"
"Just like my personal drug."
Setelah itu kami udah kaya anak remaja yang baru pertama kali jalan berdua. Malu-malu dan sama sekali gak berani mandang wajah masing-masing.










Sabtu, 27 Desember 2014

G.N.S

Kamu, 
Bulan lalu adalah awal. 
Aku ingat hari itu. 
Senin, 13 Oktober 2014. 
Berjalan berdua di bawah gerimis. 
Kamu tau itu adalah salah satu hal yang ingin aku lakukan? 
Kenapa? 
Alasan romantis yang sentimentil. 
Aku suka hujan. 
Aku suka kamu. 
Mendapatkan 2 hal yang disuka dalam waktu bersamaan itu ajaib rasanya. 
Hari-hari bersama kamu adalah hari-hari yang tidak pernah gagal masuk daftar 'hari-hari terbaik dalam hidup ku'. 
Berlebihan? 
Mungkin. 
Tapi tidak apa disebut berlebihan kalau kau berkata jujur. 

Sejak saat itu, 
Aku suka ada di dekat kamu. 
Aku suka merasakan tangan kamu di genggaman ku. 
Aku suka gigi kamu yg berantakan. 
Aku suka memeluk kamu. 
Aku suka apapun yang kita lakukan saat bersama. 

Lalu sabtu, 15 november 2014 
Pertama kali nya kita membicarakan kita. 
Keberanian itu muncul darimana? 
Entah. 
Mungkin dari rasa nyaman terjaga saat kamu ada. 
Mungkin dari rasa kecupan kamu yang seperti candu. 
Mungkin dari rasa egois ku yang ingin menjadi satu-satu nya yang memiliki kamu. 

Aku cuma mau kamu. 
Cuma kamu. 
Cuma satu. 
Karena satu saja sudah lebih dari cukup bagi ku. 







P S :
Buat Gilang, 
Dari pacar kamu yang nyebelin.Terima kasih 2 bulan 2 minggu belakangan yang super duper menyenangkan. I want more. :*