Minggu, 10 Desember 2017

Dania, The Unwanted

"Dania titip sesuatu buat lu."

Siang itu Casa menerima pesan singkat di WA dari teman yang sudah lama tidak dia temui, Medina.
"Kok?" balasnya.
"Lu kapan punya waktu?"
"Apa dulu nih titipan nya?"
"Ini penting. Udah deh, gue juga males ketemu elu kalo bukan karena Dania."
"Loh, kok lu nyolot?"
"Heran gue, Dania bisa jatuh cinta sama bajingan kek elu."
Casa terdiam. Dania, mantan pacarnya yang terakhir kali dia temui 8 bulan yang lalu.
"Ada apa sih, Med?"
"Udah ga usah banyak omong. Temuin gue di RS Kasih 2 jam lagi. Dan gak usah banyak tanya."



RS Kasih terlihat ramai, jam besuk pasien sudah dimulai 30 menit yang lalu dan akan berakhir 90 menit lagi. Sepanjang perjalanan tadi Casa teringat kenangan-kenangannya bersama Dania. Bukti bahwa idenya menjauhi "hubungan percintaan" harusnya tetap dia pegang teguh. Dania, yang membuat dia terlalu nyaman dan akhirnya membuatnya melupakan ide itu, walau sebentar. Punya hubungan percintaan itu ribet, tapi Casa terbawa suasana, sampai akhirnya dia merasa dia rindu kebebasannya lagi, dan meninggalkan Dania mencinta sendiri. Dania adalah comfort zone Casa. Apapun terpenuhi kalau Casa ada di dekat Dania. Tapi Casa tidak mau terikat.
 

Sebulan setelah Casa memutuskan hubungan, dan pergi dari Jakarta, Dania meminta dia mengabulkan satu permintaannya yang belum dipenuhi Casa. Awalnya Casa ragu, tapi akhirnya dia mengiyakan, setelah Dania janji dia tidak akan mencari Casa lagi setelah ini. Permintaan yang dipenuhi tiga kali setelah akhirnya Dania bilang cukup.

Casa melihat kesal di wajah Medi dan merasa pasti ada sesuatu yang terjadi pada Dania.
"Apa kabar, Med?"
"Gak usah basa-basi. Ayo ikut gue."
Medina jalan di depan Casa, mau tak mau dia mengikuti. Mereka melalui lorong rumah sakit, jalan lurus lumayan jauh lalu belok ke kanan dan sampailah mereka di depan sebuah gedung kecil bertingkat dua.
"Nih baca dulu surat dari Dania."
Kali ini Casa melihat mata Medina berkaca-kaca. Lalu dia membalikkan badannya. Menangis.

Casa membuka amplop putih dan menemukan kertas berwarna biru di dalamnya. Tulisan tangan Dania.

"Casa, laki-laki pertama dan terakhir ku.
Kalau surat ini sudah sampai pada mu berarti kamu sebentar lagi akan bertemu malaikat. Kamu ingat waktu itu kamu minta apa sama aku? Etapi, kamu mah selalu lupa. Dan aku selalu mengingatkan. Pekerjaan utama ku, pengingat dan penyelamat mu. Oh dan dua lagi, mencintai mu sepenuh hati dan mendukungmu kapanpun dimanapun. Oke, balik ke topik tadi, apapun yang kamu minta selalu aku penuhi, bahkan hal kecil seperti penutup mata if you wanna take a nap waktu kamu jadi ojol waktu itu kan? Hehe.. Jadi, ini permintaan terakhir kamu yang aku kabulin, lagi, inget ga waktu kita turun tangga mau ke kelas? Aku bilang aku pengen punya anak tapi ga mau punya suami. Sementara kamu mau punya anak tapi gak mau punya istri. Dan jadilah kamu bilang, yaudah kamu hamil aja nanti anaknya buat aku. Sementara aku protes karena aku juga mau punya anak keriting lucu kaya bapaknya. Dan akhirnya kamu bilang aku harus hamil 2 kali trus anaknya dibagi satu-satu. Aku ingat dengan jelas hari itu seperti hari-hari lain yang aku habiskan sama kamu. Jadi, aku memutuskan untuk memberi kamu, dia yang cantik. Aku harap kamu memang ingin perempuan. Aku tak mengapa tidak dicintai sama kamu, tapi cintai dia karena dia bagian dari kamu.

PS : aku hanya pernah sama kamu, jadi yakinlah dia itu kamu. Boleh kok kalo mau tes dna. :p

I love you till death, Casa Hutomo."


Mata Casa berkaca-kaca. Medina masuk ke gedung itu dan Casa mengikutinya. Di depan sebuah ruangan kaca, Medi berhenti.
"Dewi Putri Hutomo, anak lu sama Dania."
Medina menunjuk bayi di dalam inkubator.
Casa menangis melihat bayi mungil itu. Wajah dan rambutnya mengingatkannya pada foto masa kecilnya yang pernah ditunjukan ibunya dulu.
"Dania meninggal setelah melahirkan. She already knew dia akan meninggal bahkan sebelum dia hamil. Ditambah, it was too risky and she forced doctor to chose this baby's life before her."
Medina seperti menjelaskan tanya Casa yang tak terucap.
Tangis Casa makin menjadi.