Jumat, 01 Mei 2015

Mahesa Gina - Bab 5



Seminggu setelah itu, sepasang suami-istri datang ke rumah ku pada malam hari. Mereka mengembalikan dompet beserta isi nya. Aku bersyukur karena masih banyak orang baik di Jakarta. Semua masih ada di sana, termasuk uang ku. Mereka menolak sewaktu aku ingin memberikan uang itu, karena hati ku sudah mengikhlaskan uang itu. Tidak sempat berkenalan mereka langsung pamit karena hari sudah malam.
Aku masuk kamar setelah mereka pergi dan memfoto dompet dan isi nya lalu aku kirim via bbm chat ke Arga.
"Gak usah khawatir lagi, dompet nya udah balik."
Tidak lama kemudian dia balas chat ku.
"Alhamdulillah. Kok bisa?"
Lalu semalaman aku cerita tentang pasangan yang menemukan dan mengembalikan dompet ku itu. Aku ingat kalimat terakhir Arga waktu itu.
"Kamu jangan ceroboh lagi."
Membaca kalimat itu aku seperti bisa melihat nya tersenyum.
Arga jarang tersenyum tapi kalau sudah tersenyum, seorang Mahesa Gina langsung menyerah.
Karena jarang tersenyum itulah semua orang yang gak kenal sama dia akan bilang kalau dia itu pendiam dan penyendiri. Itu yang gak kenal sama Arga ya, aslinya sih anak nya bodor dan suka unpredictably hilarious. Kadang suka joget-joget di depan ku, atau sering nya sih kentut. Yep, dia sama sekali gak jaim di depan aku. Melakukan apa saja dan berdiskusi apa saja. APA SAJA.
Rasa nyaman nya sampai sejauh itu.

                                                                               • • •

Ibu membangunkan ku.
"Kamu kata nya mau makan. Kok malah ketiduran sampe sore gini di sofa?"
Pelan-pelan kesadaran ku kembali.
"Hmmmhh..iya, bu. Capek."
"Ya udah mandi, ibu bikinin nasi goreng ya."
Nasi goreng.
Gue mengangguk. Ibu pergi ke dapur.
Makanan favorit Arga itu pisang, sama nasi goreng. Dua itu gak akan pernah bikin dia bosan. Pisang 1 sisir juga akan dia abisin sendiri, makan siang sama makan malam nya nasi goreng juga dia gak keberatan.
Aku yang tidak begitu konsisten kalau dalam hal masak, pernah dua kali bikinin dia nasi goreng.
Dimakan habis sih, walau dengan masukan ini itu.
Pas pertama kali masak.
"Enak kalau ada irisan kol seger nih, yang. Kecap nya lagi. Kalau tambah ayam enak lagi nih, yang. "
Aku yang masak tapi dia gak tahan juga untuk ikutan.
Kedua kali nya.
" Harus nya kasih garem nya nanti aja pas nasi nya udah mau mateng jangan pas ngulek bumbu, yang. Cepetan aku udah laper banget sampe kepala ku pusing nih, yang. "
Setelah itu diabisin aja itu nasi goreng, aku dibagi nasi goreng nya juga enggak.
Nasi goreng buatan ibu itu enak nya luar biasa, dulu waktu masih sekolah hampir tiap hari aku sarapan nasi goreng.
" Udah ashar kan, nduk? "
Aku mengangguk. Dulu, Arga yang selalu mengingatkan aku untuk tidak lupa solat. Anak jebolan pesantren yang satu itu. Aku tersenyum mengingat pertama kali nya kami solat berjamaah, di rumah seorang teman. Pertama kali nya aku mencium tangan seorang laki-laki selain keluarga ku.
Dan mengingat kalimat indah yang pernah dia kirim via bbm chat..
" Kelak, aku ingin kita dekat.
Saat selembar sajadah dihamparkan, kau berdiri merapat sejengkal ke belakang di sebelah kanan ku. "
Aku cuma bisa meng-amin-kan doa itu. Berjamaah sekali saja terasa indah, apalagi selamanya?
Kalimat yang selalu dia ulang-ulang, lisan maupun tulisan, disampaikan kepada ku cuma satu,
"Aku gak ingin jauh dari kamu."
Dada ku sesak kalau ingat kalimat itu dan kenyataan nya sekarang.
Arga memilih pergi dan menutup semua akses komunikasi dari ku.
Aku benci sekali ketidakpastian dari kalimat yang terakhir kali dia ucapkan waktu itu,
"Kalau kita berjodoh, kita akan ketemu lagi Gina. Jodoh gak akan tertukar."
Aku tahu itu. Tahu sekali. Aku menghormati keputusan nya untuk mapan dulu sebelum memutuskan menikah, aku paham hal itu.
Gagasan ku untuk tetap menjalin hubungan sampai dia siap ditolaknya.
"Kamu bisa mendapatkan yang lebih baik dari aku. Yang lebih mapan dan siap menikah."
Dia lebih suka melihat ku menikah dengan orang lain dalam waktu dekat daripada menunggu nya mapan.
Dia lebih suka melihat ku menemukan laki-laki lain dan pura-pura jatuh cinta dan pura-pura bahagia sementara kebahagiaan ku ada pada nya.
Aku menjadi versi terbaik diri ku saat bersama Arga, aku menyadari hal itu, sahabat dan orang-orang di sekitar ku menyadari hal itu, tapi dia tidak menyadari nya. Ironi.