Minggu, 10 Desember 2017

Dania, The Unwanted

"Dania titip sesuatu buat lu."

Siang itu Casa menerima pesan singkat di WA dari teman yang sudah lama tidak dia temui, Medina.
"Kok?" balasnya.
"Lu kapan punya waktu?"
"Apa dulu nih titipan nya?"
"Ini penting. Udah deh, gue juga males ketemu elu kalo bukan karena Dania."
"Loh, kok lu nyolot?"
"Heran gue, Dania bisa jatuh cinta sama bajingan kek elu."
Casa terdiam. Dania, mantan pacarnya yang terakhir kali dia temui 8 bulan yang lalu.
"Ada apa sih, Med?"
"Udah ga usah banyak omong. Temuin gue di RS Kasih 2 jam lagi. Dan gak usah banyak tanya."



RS Kasih terlihat ramai, jam besuk pasien sudah dimulai 30 menit yang lalu dan akan berakhir 90 menit lagi. Sepanjang perjalanan tadi Casa teringat kenangan-kenangannya bersama Dania. Bukti bahwa idenya menjauhi "hubungan percintaan" harusnya tetap dia pegang teguh. Dania, yang membuat dia terlalu nyaman dan akhirnya membuatnya melupakan ide itu, walau sebentar. Punya hubungan percintaan itu ribet, tapi Casa terbawa suasana, sampai akhirnya dia merasa dia rindu kebebasannya lagi, dan meninggalkan Dania mencinta sendiri. Dania adalah comfort zone Casa. Apapun terpenuhi kalau Casa ada di dekat Dania. Tapi Casa tidak mau terikat.
 

Sebulan setelah Casa memutuskan hubungan, dan pergi dari Jakarta, Dania meminta dia mengabulkan satu permintaannya yang belum dipenuhi Casa. Awalnya Casa ragu, tapi akhirnya dia mengiyakan, setelah Dania janji dia tidak akan mencari Casa lagi setelah ini. Permintaan yang dipenuhi tiga kali setelah akhirnya Dania bilang cukup.

Casa melihat kesal di wajah Medi dan merasa pasti ada sesuatu yang terjadi pada Dania.
"Apa kabar, Med?"
"Gak usah basa-basi. Ayo ikut gue."
Medina jalan di depan Casa, mau tak mau dia mengikuti. Mereka melalui lorong rumah sakit, jalan lurus lumayan jauh lalu belok ke kanan dan sampailah mereka di depan sebuah gedung kecil bertingkat dua.
"Nih baca dulu surat dari Dania."
Kali ini Casa melihat mata Medina berkaca-kaca. Lalu dia membalikkan badannya. Menangis.

Casa membuka amplop putih dan menemukan kertas berwarna biru di dalamnya. Tulisan tangan Dania.

"Casa, laki-laki pertama dan terakhir ku.
Kalau surat ini sudah sampai pada mu berarti kamu sebentar lagi akan bertemu malaikat. Kamu ingat waktu itu kamu minta apa sama aku? Etapi, kamu mah selalu lupa. Dan aku selalu mengingatkan. Pekerjaan utama ku, pengingat dan penyelamat mu. Oh dan dua lagi, mencintai mu sepenuh hati dan mendukungmu kapanpun dimanapun. Oke, balik ke topik tadi, apapun yang kamu minta selalu aku penuhi, bahkan hal kecil seperti penutup mata if you wanna take a nap waktu kamu jadi ojol waktu itu kan? Hehe.. Jadi, ini permintaan terakhir kamu yang aku kabulin, lagi, inget ga waktu kita turun tangga mau ke kelas? Aku bilang aku pengen punya anak tapi ga mau punya suami. Sementara kamu mau punya anak tapi gak mau punya istri. Dan jadilah kamu bilang, yaudah kamu hamil aja nanti anaknya buat aku. Sementara aku protes karena aku juga mau punya anak keriting lucu kaya bapaknya. Dan akhirnya kamu bilang aku harus hamil 2 kali trus anaknya dibagi satu-satu. Aku ingat dengan jelas hari itu seperti hari-hari lain yang aku habiskan sama kamu. Jadi, aku memutuskan untuk memberi kamu, dia yang cantik. Aku harap kamu memang ingin perempuan. Aku tak mengapa tidak dicintai sama kamu, tapi cintai dia karena dia bagian dari kamu.

PS : aku hanya pernah sama kamu, jadi yakinlah dia itu kamu. Boleh kok kalo mau tes dna. :p

I love you till death, Casa Hutomo."


Mata Casa berkaca-kaca. Medina masuk ke gedung itu dan Casa mengikutinya. Di depan sebuah ruangan kaca, Medi berhenti.
"Dewi Putri Hutomo, anak lu sama Dania."
Medina menunjuk bayi di dalam inkubator.
Casa menangis melihat bayi mungil itu. Wajah dan rambutnya mengingatkannya pada foto masa kecilnya yang pernah ditunjukan ibunya dulu.
"Dania meninggal setelah melahirkan. She already knew dia akan meninggal bahkan sebelum dia hamil. Ditambah, it was too risky and she forced doctor to chose this baby's life before her."
Medina seperti menjelaskan tanya Casa yang tak terucap.
Tangis Casa makin menjadi.

Jumat, 24 November 2017

I love sleeping but sometimes dreaming while sleeping gives me unwanted prophecy

21st Oct

Me : "I dreamt of you last night. Are you planning to go traveling somewhere?"
You : "No. 😂 "
Me : "Really?"
You : "Yes. Unless I've paid what I must paid first. Or if someone paid everything for me, I would loved too."


24th Oct

You : "I've paid it."


2nd Nov

You : "I'm leaving."




You were being forgetful. Me and my dreams are connected. It happened less than 2 weeks.
Another proof, I was dreaming when I hugged you at college and few weeks later you decided to give up. These conversation is legit proof, isn't it?


Selasa, 14 November 2017

Memoar






"That history and memory and the ghosts of our past are sometimes just as tangible as anything we can hold in our hands." - Meredith Gray
.
.

.
I'm not trying to-be-a-drama-queen-over-anything but there are too many places which hold the memories of you and me, us (if us ever existed), this is one of those. This is the place where we used to sit for hours and talk about anything. From a general unimportant thing to topics which too damn private, which I know you tried to hold it back.


"Don't get too close with this girl who I feel like I was talking to one of my sisters when I talked to her." You thought..and you failed at keeping it that way.

Since we moved to another class, I never went to this place, but unfortunately I must sat here a few weeks ago. The second I saw this place from upstairs, I was choking. The second I sat here, I felt that the hole is not a ghost, it's real.

You said memories are just memories. There isn't something special about a thing or a place. I really wanted to be like you. I do. Love makes us strong and it also makes us weak.

I write about us as a reminder, this is not gonna be the only one and I know you don't mind it (like you don't give a fuss with everything), that I am beyond grateful to have you in my life. That I am happy that I spent my days with you. The feeling remains.


*fyi, that's his green-grey backpack and hat

Ketika Kamu Datang

Ketika kamu datang, semua menjadi ajaib.
Sekali lagi aku merasakan apa yang namanya bahagia karena hal sepele macam cinta.
Tapi aku juga merasakan ketakutan ku yang lama kembali, kehilangan.
Seperti biasa kalau aku mulai menyayangi, aku akan mendedikasikan semua yang aku punya buat orang itu, pun kepada kamu.
Semua hal mengenai kamu menjadi penting.
Aku sibuk memperbaiki kamu sampai aku lupa memperbaiki diri sendiri.
Peduli sama kamu tanpa mempedulikan diri aku sendiri.

Karena apa?
Karena melihat kamu terpenuhi saja sudah cukup buat aku.
Itu cara ku membuat diri ini bahagia.
Memberikan semua yang aku punya untuk kamu, sampai aku tak punya apa-apa lagi.

Mencintai seseorang dengan sepenuh hati, mungkin itu kutukan yang aku punya sejak lahir.

Sabtu, 16 September 2017

Goth

Domba yang keras kepala
Di ujung waktu tanpa aba-aba

Ketika dua hantu selalu mengintai

Entah sampai kapan akan bertahan
Karena yang terlihat bukanlah apa yang ada di depan
Karena yang mengintai akan membinasakan

Saat gelap akan menyergap

Paleo. (Part 7)

"Apa benar kak @mahesaGina pernah mau bunuh diri karena ditinggalin cowok?"
Darah Gina tersirap, dadanya sakit. Belum pernah pertanyaan ini ditanyakan di akun twitternya, belum pernah ada pula pembacanya menanyakan ini secara langsung kepadanya. Karena tidak pernah ada yang tahu masalah ini kecuali keluarga dan editornya.
Seketika tangannya gemetar, matanya mulai buram. Bukan perasaan sewaktu hampir bertemu malaikat maut yang dia ingat, tapi rasa sakit dan kesepian yang menyergapnya waktu itu kembali datang.


Kamu sendirian Gina. Laki-laki yang kamu cintai tidak menginginkan mu lagi selain untuk pelampiasan nafsunya. Semua yang kamu berikan kepadanya hanyalah kesia-siaan.
 

Kamu tidak berharga.
Kamu sendirian.


Rasa 2 tahun yang lalu kembali. Waktu seakan tidak berarti. Self healing dan terapi penerimaan tidak ada bekasnya. Saat dimana sakit yang dia rasakan di hati, saat dimana tangis yang seakan tidak pernah melegakan digantikan dengan keinginan menyayat pergelangan tangannya dan membiarkan darah mengalir.
Gina lebih baik mati kehabisan darah daripada terbangun dan merasakan kesepian dan penolakan yang sangat. Tidak diinginkan dan kesepian adalah kombinasi pahit yang mencekik. Nafasnya pendek. Seperti ingin menangis tapi tidak ada yang keluar dari matanya. Ingin Ia berteriak tapi ini di bandara, tempat orang lalu-lalang.

Selasa, 15 Agustus 2017

Paleo. (Part 6)

"Bruce Lee?" front officer berpenampilan rapi di depan ku itu sedikit mengerutkan kening begitu aku menyebutkan sebuah nama.
Tapi karena dia profesional, tangannya pun dengan cekatan mengetik keyboard komputer yang tidak terlihat dari tempat ku berdiri. Beberapa saat kemudian air mukanya berubah, seperti menemukan kenyataan yang sangat lucu.
"Mohon maaf, tapi sepertinya Tuan Lee baru check out beberapa jam yang lalu."
Damn. We're so close yet so far, Mr. Lee...whoever you are.
Aku menelan ludah, tenggorokan ini tiba-tiba kering.
"Baiklah. Terimakasih atas bantuannya."
"Selamat siang."
Aku hanya tersenyum.
Belum waktunya, Gina.
Atau tidak akan terulang lagi. Sedekat ini dengan siapapun laki-laki misterius itu.
"Gina! Elu kenapa belum keliatan di bandara?"
Suara Kak Nila mengembalikan kesadaran ku akan dunia nyata. Aku memang sengaja mampir ke hotel ini di tengah perjalanan ku ke bandara.
"Sebentar sih, Kak. Lagian manja banget mau ke Singapore aja minta ditemuin dulu."
"Eh, siapa ya yang berinisiatif ngambilin pasport gue yang ketinggalan di kantor?"
"Hehehe..gue sih. Bentar ya, Kak. Ini udah otw kok dari Grogol."
"Cepetan. Awas kalo gue sampe ketinggalan pesawat."
"Siap laksanakan!" tidak lama kemudian Kak Nila memutus sambungan.
Aku buru-buru memanggil Pak Karno melalui telpon dan tidak lama kemudian kami bertemu di lobby hotel. Harus segera meluncur ke bandara supaya Kak Nila tidak meledak.
Sepanjang perjalanan ke bandara pikiran ku diliputi banyak pertanyaan dan kemungkinan tentang sosok Bruce Lee.
"Mbak Gina...2D kan ya, mbak? Mbak?"
Pak Karno sampai memutar badannya ke arah belakang untuk menarik perhatian ku.
"Eh, iya Pak."
Aku mengedarkan pandangan ke luar mobil.
"Udah sampai, mbak. Ummmm..mbak, maaf, ada yang sedang dipikirkan?"
Eh? Segitu keliatannya kah? Kikuk karena ketahuan, aku terpaksa tersenyum.
"Biasa, Pak. Masalah kerjaan."
"Oh, dibawa enjoy aja, mbak."
"Hehe..iya, Pak. Makasih. Saya turun dulu ya, Pak." aku memegang handle pintu.
"Hati-hati ya, mbak."
Aku memandangnya sambil tersenyum lalu keluar dari mobil. Bayangan masam wajah Kak Nila membuat ku harus buru-buru.
"Gina! Cepet! I only have 10 minutes!"
Aku berlari lalu menyerahkan pasport itu ke tangan Kak Nila. Dia memeluk ku lalu buru-buru masuk untuk check-in.

Hari ini cukup membuat kepala ku tiba-tiba pening. Aku wa Pak Karno dan bilang aku ingin minum kopi dulu di salah satu sudut bandara ini untuk menenangkan saraf otak ku. Di tas aku menbawa novel yang baru aku beli kemarin. Kopi, bandara, dan novel sepertinya kombinasi yang bagus. Oh, dan lagu-lagu random yang aku dengarkan lewat earphone.

Beberapa halaman novel itu kemudian, seorang pelayan menaruh potongan triple chocolate cake di atas piring kecil di depan ku. Aku memandang pelayan itu karena aku tidak memesan kue ini. Dia hanya tersenyum lalu memberikan secarik kertas dan pergi.
Aku lekas membaca tulisan di kertas itu dan melongo.
"I’m not in this world to live up to your expectations and you’re not in this world to live up to mine."
This is Bruce Lee's famous quote. Lalu aku mengedarkan pandangan.
Berharap.

Senin, 29 Mei 2017

Untuk Seorang Yang Sedang Memonopoli Pikiran Ku

Tangan ini terbuka akan semua kemungkinan
Tapi tidak akan sebuah kejutan
Saat dirasa aku tidak membutuhkan apa-apa
Saat itulah hidup seperti berkata,

"Perempuan, kamu akan merasakan kupu-kupu sekali lagi."

Itu beberapa saat setelah kamu datang
Setelah kamu akhirnya dengan lepas berdendang
Setelah kamu akhirnya menerima ini semua nyata,
Kita hadir untuk bersama

Inginnya kehadiran ku bermakna buat  mu
Inginnya kehadiran ku memberi semangat baru buat mu
Inginnya kehadiran ku menjadi senyum di wajah mu
Inginnya kehadiran ku membuat keyakinan buat mu

Bahwa kamu berharga

Karena kamu adalah gelap yang datang untuk membuat terang lebih berarti




29 Mei 2017
Di kamar ku yang nyaman, saat mentok akan book report. 😀



Senin, 10 April 2017

Puisi Senja



Di kala senja aku menguntai rasa
Apabila ini benar, aku tetap tidak akan percaya
Rasa kehilangan tidak akan pernah mendatangkan cinta
Karena apa yang hilang tak akan pernah tahu apa rasanya memiliki rasa
Kamu ada dalam hening mencandu
Dalam hati aku tahu ini rancu
Andai nasib cuma seperti melempar dadu
Akan kujalani nuansa yang baru

Minggu, 09 April 2017

Paleo. (Part 5)

"Kak Gina..Kak Gina..." Karla dengan suara cempreng nya memanggil aku yang baru masuk lobi kantor Kak Nila. Dia berlari kecil karena aku sudah terburu-buru ke atas. Lift sedang terbuka. Kak Nila sudah berkali-kali menelepon sejak satu jam yang lalu. Aku harus cepat sampai di atas.
"Kaaaakkkkk...bentar!"
Akhirnya karena dia menarik salah satu bagian tangan kemeja ku, aku menahan pintu lift.
"Apa??"
Setengah kesal aku meladeni Karla, dia cuma cengar-cengir gak jelas.
"Susah banget ketemu Kakak belakangan ini, minta tandatangan. Buat buku Kakak yang mau aku hadiahin ke sepupu aku."
Aku paling tidak bisa menolak permintaan orang yang sudah repot-repot menyisihkan uang nya untuk membeli karya ku.
Walau aku tahu penumpang di dalam lift akan kesal pada ku, akhirnya aku tandatangani juga buku itu, ditambah aku menuliskan nama sepupu Karla itu.
"Udah ya, aku ditunggu Kak Nila di atas, kamu tahu kan Kak Nila gimana.."
"Eh, Kak..."
Heh? Apa lagi?
"Kenapa lagi? Cepetan ini ga enak sama yang di lift."
"Hehe..aku lupa mau ngomong apa, Kak."
Mendengus agak kesal aku pun masuk ke lift sambil mencoba membuat ekspresi minta maaf ke semua penumpang lift yang terlihat sudah tidak sabaran.



Benar saja, sesampainya di atas aku mendapati Kak Nila bermuka masam karena aku datang terlambat 15 menit sementara pihak Production House yang berminat memfilmkan novel ku sudah duduk manis. 2 orang yang berumur tidak lebih dari 35 tahun itu tidak masalah karena aku menjelaskan dengan jujur apa yang terjadi di bawah. 5 menit pertama aku bukannya menarik perhatian 2 orang itu, aku malah berusaha membuat mood Kak Nila bagus lagi.

Syukurlah meeting awal yang berlangsung 90 menit itu berlangsung lancar dan akan dilanjutkan satu minggu  lagi, di tempat mereka. Aku berjanji tidak akan terlambat kepada mereka sebelum Kak Nila mencubit lengan ku. Makan siang di salah satu restoran favorit kami di gedung ini adalah sogokan ampuh supaya Kak Nila tidak marah lagi kepada ku.

"Kak Ginaaaaaa..."
Teriakan itu lagi. TKP nya tetap di lobi, tapi kali ini aku sedang menunggu jemputan ku datang. Apalagi mau nya Karla kali ini?!
Aku berusaha tetap tersenyum, siapa tahu dia beli satu buku ku lagi untuk dihadiahkan kepada teman nya.
"Ada yang bisa dibantu, Karla cantik?"
"Hehe..Kak Gina bisa aja. Ini, aku kan pernah cerita sama Kak Nila kalau ada orang luar yang suka nelpon ke sini nyariin Kakak."
Fokus ku langsung tercurah pada Karla, topik dua minggu yang lalu menyeruak lagi.
"Dan?"
"Namanya bukan Dan, Kak."
D'oh anak ini ya...
"Maksud aku, terus kenapa?"
"Nah kemarin itu dia telpon lagi, kebetulan security yang namanya Ropik bisa Bahasa Inggris, jadi aku kasih aja telpon nya ke dia."
Sadis. Front office merangkap operator kalah sama security. Ah, kenapa kamu fokus ke hal ini sih Gina?
"Iya. Lalu?"
"Nih."
Karla memberikan secarik kertas memo. Nama seseorang, nomer telepon, dan nama salah satu hotel bintang 5 di Jakarta Barat.
"Kata Ropik, Kak Gina diminta telepon ke sini. Tanya aja kamar Mr. Bruce Lee. Kayanya orangnya ganteng deh Kak. Suaranya aja enak gitu."
Dahi ku berkerut. Bruce Lee? Seriously?
"Kak?! Kok bengong?"
"Ahhh..enggak, ummm..kamu gak lagi mau ngerjain aku kan?"
"Ah, Kak Gina. Emang ultah Kak Gina minggu depan, tapi aku kan mana berani ngerjain penulis favorit aku." katanya dengan muka lugu.
Eh, terus ini apa?
Emang ada sih orang bernama Bruce Lee di dunia ini, tapi kok kayanya gak mungkin aku kenal sama salah satunya.
"Kak! Bengong lagi. Udah telepon aja hotelnya."
"Eh, iya. Nanti. Aku mau buru-buru pulang dulu. Driver ku udah nunggu. Makasih ya, Karla."
"Iya, Kak." Karla tersenyum.
Aku berlalu lalu tertawa dan geleng-geleng kepala. Pasti aku dikerjain.


Sabtu, 01 April 2017

Little Angel


Mereka bilang malaikat pernah datang ke bumi pada suatu waktu.
Aku pernah bertemu salah satu nya.
Malaikat kecil, bukan hanya untuk kedua orang tua nya tapi juga buat aku, membuatku belajar akan arti kekuatan dan harapan.
Bagaimana Surga, Jessie sayang?
Mereka lebih membutuhkan kamu sepertinya.
Tante kangen sama kamu.
Walau kita cuma bertemu 4 kali tak mengapa.
Doakan yang unda kamu lakukan buat teman-teman kamu sesama pejuang hati bisa lancar. And I promise you, my dear, I will always be there for your unda.
She is a real woman.
A very strong one.
I'm proud of her, we are proud of her, aren't we?

I love you, malaikat kecil. 




Bila ada yang membaca tulisan singkat ini dan ingin membantu anak-anak #pejuanghati bisa menyalurkan donasi ke rekening unda Jessie. You can ask me for the details. #PeduliAtresiaBillier #JessieFoundation

Sabtu, 25 Maret 2017

Paleo. (Part 4)

Gagal itu punya dua sisi yang wajib hati-hati kita pilih. Satu sisi membuat kita belajar buat bangkit dan satu sisi lagi membuat kita takut mencoba lagi. Saya tahu harus nya saya lupakan saja gagal menjadi orang yang dicintai pasangan saya sepenuh hati, tapi bayangan rasa sakit sewaktu tidak diinginkan oleh orang yang paling kita inginkan di dunia ini adalah racun. Itu terjadi ketika saya mulai menyukai seseorang, mulai memperhatikan seseorang yang saya kenal dengan lebih sering. Mungkin saja pemikiran positif itu bertahan seminggu atau dua minggu, merasa jatuh cinta dan merasa lebih bahagia. Tersenyum sampai orang mungkin menganggap saya sudah gila. Gina memang sudah gila. Itu kata Kak Nila.
"Gue bukan nya gak mau lagi, Kak."
"Trus apa? Iko membosankan? Kurang ganteng?" Kata nya berapi-api.
Iko terlalu ganteng, kadang saya aja mikir kenapa dia bisa tertarik mendekati saya. Postur nya bagus, not a gym freak but he runs every weekend. He's 182 cms height, 10 cms higher than me. Tan skin, thick hair and well groomed.
"Ish!"
Gemas, Kak Nila menarik sejumput rambut saya.
"Iko sayang sama elu, Gina."
Kak Nila duduk di depan saya dan setelah menghembuskan nafas kesal dia berkata seperti itu.
"Arga juga sayang sama gue. Waktu itu. Trus apa jaminan nya Iko gak akan ninggalin gue buat perempuan lain?"
Kata saya akhirnya. Terucap juga lah apa yang membuat saya trauma mencintai orang. Karena berharap itu terkadang menyakitkan, sementara manusia tidak mungkin tidak berharap.
"Iko bukan Arga."
Kata Kak Nila dengan penekanan di setiap kata nya.
"Iko memang bukan Arga, tapi jaminan nya apa dia gak akan pergi dari gue setelah liat ada perempuan yang lebih menarik perhatian nya daripada gue? Apa jaminan nya? Lu tau kan kalo gue udah sayang sama orang, Kak. So, daripada gue ngerasain sakit yang sama lagi, mendingan gue sendiri aja."
"Duh Tuhan. Susah kali ngomong sama anak keras kepala yang satu ini."
Entah kenapa saya tertawa sinis.

Raina-Kairo (Cemburu)

Sejak kapan kamu cemburu?
Pertanyaan kedua ini kembali membuat Ra terdiam.
Cemburu kepada siapa? Adinda?
Benarkah aku cemburu akan kehadiran nya?
Well, kehadiran yang tidak langsung sebenarnya. Karena Ra hanya kenal Dinda, panggilan Adinda, melalui cerita-cerita Kai. Dan dari beberapa komentar di media sosial Kai apabila Dinda tiba-tiba hadir. Bisa di Facebook ataupun Path.
Kalau mood yang tiba-tiba berubah karena Ra tidak sengaja melihat komentar-komentar Dinda difoto ataupun status yang dibuat Kai di medsos nya.
Kalau tiba-tiba Ra tidak melanjutkan makan bakso kesukaan nya di kantin kampus karena Kai menyalakan laptop dan langsung Skype-call dengan Dinda.
Kalau tiba-tiba dada Ra sesak setiap Kai menyebut nama Adinda Maheswari di depan nya dengan wajah berbinar.
Kalau itu semua tanda bahwa Ra cemburu? Ra bisa apa? Dinda yang dia tahu, atau yang dia anggap diri nya sendiri tahu, adalah perempuan ayu berdarah Jawa yang pintar.
Siapa yang tidak jatuh cinta kepada perempuan yang bisa dapat beasiswa ke Jerman selama 3 tahun itu?
Perempuan yang terlihat bebas karena senang berpetualang ke pantai mana saja di Indonesia. Kai bilang baru setengah dari 50 pantai terbaik di Indonesia didatangi oleh Dinda sebelum akhirnya dia harus ke Jerman untuk kuliah.

Siapa Ra kalau dibandingkan dengan Dinda?

Raina-Kairo (Menunggu)

Sejak kapan kamu menunggu?
Raina terdiam karena pertanyaan itu.

Entah sejak kapan dia merasa Kairo harus selalu ada di samping nya setiap waktu.
Karena selain itu selalu ada kosong terdeteksi di dada nya.
Bukan karena setahun ini mereka dekat, ah, mungkin memang itu.
Tapi dia tahu Kai tidak akan pernah berhenti menunggu perempuan lain yang sedang menuntut ilmu di Jerman.

Perempuan yang adalah cinta SMA Kairo dulu.
Yah, mungkin sampai sekarang.
Mereka memang sering menghabiskan waktu bersama, di mana ada Kai, pasti di dekat nya Ra ada.
 

Sejak seminggu yang lalu Ra baru menyadari kalau sekarang dia memandang Kai sebagai laki-laki, bukan sebagai teman berwisata kuliner nya tiap habis kuliah.
Bukan sebagai samsak kalau Ra sedang badmood.
Bukan sebagai tukang antar-jemput ke mana pun Ra butuh. 
Bukan sebagai Kai yang konyol dan selalu membuat Ra tertawa.
Dia memandang Kai sebagai tempat nya mencari motivasi. Memandang Kai sebagai tempat nya mencari inspirasi tulisan baru. Memandang Kai sebagai tempat nya bersandar, literary bersandar karena punggung Kai adalah tempat ternyaman buat Ra.

Walau cuma saat mereka berboncengan motor saja.
 

Ra baru sadar bahwa mata Kai itu hitam pekat, bukan coklat seperti yang dia duga.
Bahwa Kai tidak pernah makan tanpa ditemani kerupuk, bermacam kerupuk dia suka.
Bahwa senyum Kai selalu menyapa nya setiap pagi sebelum mereka berangkat kuliah dan setelah Ra sampai rumah kembali.
Bahwa Kai selalu berkata,
"Ra, isi otak lu banyak banget sih yg ga gue tau. Mata lu selalu berbinar kalau lu lagi cerita apapun ke gue. Full of excitement!"


Wajah Ra memerah teringat hal itu.

Langit Senja Sehabis Hujan

Ini jauh lebih baik dari yang terakhir
Dimana indah nya abu-abu baru terlihat
Satu senja lagi setelah ini sebelum takdir
Satu senja lagi setelah ini sebelum terlihat
Aku tahu kamu mungkin tidak rindu
Tapi aku tidak tahu mengapa ini menggebu

15th of September 2016

Ketika Hujan Dan Rindu Jadi Satu

Derap langkah mengimbangi peri hujan dan aku resah
Tentu saja aku kalah
Ini musim mereka berkeliaran bebas sesuka hati
Tanpa peduli sebab apa yang mereka buat terjadi
Hari ini mereka mencuri senja ku
Walau tahu besok atau lusa dikembalikan pada ku
Aku ingin senja berwarna warni hari ini
Setelah lelah seharian berhalusinasi
Setelah apa yang ku dengar seperti suara mu
Setelah apa yang ku lihat seperti bayangan mu

 
 
 
 
October 3rd 2016

Tidak Ada Senja Sore Ini

Aku menatap langit barat
Hanya awan dan abu-abu
Senja mu tadi juga seperti itu?
Aku harap lebih indah
Biru, jingga, merah muda
Atau aku harus berbalik arah menghadap timur
Dan menjadi senja terindah mu?

Hazel Eyes

Entah apa yang menarik dari mata laki-laki di depan nya itu. Mahesa sama sekali tidak tahu mengapa dari tadi dia memandangi nya. Glen memiliki warna mata yang unik, kadang terlihat berwarna biru, terkadang hijau. Setiap laki-laki itu memandang nya kembali, dia langsung memalingkan muka karena takut Glen tahu kalau dia sedang tersenyum malu. Udara dingin yang berhembus dari pegunungan Swiss membuat nya bergidik, atau ini karena Glen? Laki-laki yang baru ditemui nya kurang dari setengah sejam yang lalu.

Paleo. (Part 3)

"Ada seseorang yang selalu nelfon ke kantor nyariin elu 2 minggu ini." ucapan Kak Nila membuat saya menghentikan kegiatan saya menjawab tweet pembaca.
Ada nada ragu dalam suaranya.
"Arga?" Cuma satu nama yang muncul di kepala.
"Dudul. Kalo dia nelpon ke kantor, gue bakal lapor polisi. Orang gila. Ninggalin elu trus sekarang giliran dia berantem sama bini nya, dia nyariin elu. Sableng."
"Bisa aja lu Kak! Trus siapa dong? Pembaca gue ga ada yang se-ekstrim itu kaya nya." Kata saya sambil melanjutkan kegiatan saya tadi.
"Elu ga inget si Deri? Yang ngirimin bunga ke kantor tiap hari selama sebulan tahun lalu? Yang ngirimin makan siang juga? Yang selalu nelpon dan minta bukti kalo makanan yang dia kirim udah lu makan?"
Saya langsung tertawa.
Yah, he just obsessed with a person who didn't exist.
"Trus siapa?"
"Gue ga tau, tapi Karla, operator kita, yang nama nya doang kaya bule, tapi ga bisa bahasa Inggris sama sekali, dia bilang kalo yang nyariin elu itu bule."
 
Hah? Jidat saya langsung mengeryit. Siapa? Belum ada novel saya yang dialihbahasa dan tidak mungkin ada seorang native tertarik untuk membaca.
 
Apa mungkin Stephan? But he knows my number. And he can reach me through it. Cuma dia teman saya yang berasal bukan dari Indonesia. Ini sudah 2 tahun semenjak saya pulang dari Swiss, makin ke sini memang komunikasi antara saya dan Stephan kurang baik. Tapi masa dia yang telpon ke kantor? Tapi kalau bukan dia, lalu siapa?

Jumat, 24 Februari 2017

Bulan Bintang Venus

Bulan, mengapa kau muncul sebelum senja berakhir? Rindu akan matahari?
Bukan begitu, bulan ingin merebut perhatian bumi dari matahari. Kata bintang-bintang.
Kalian jangan sok tahu, kata Venus.
Memang nya kau lebih tahu? Ucap bintang-bintang itu.
Tentu saja aku tahu, tapi aku yakin kalian tidak akan pernah mengerti.
Tentang cinta? Kata bintang-bintang itu.
Tentu saja. Kalian tahu mengapa bulan selalu muncul sebelum senja akhir-akhir ini? Ucap Venus misterius.
Apa? Bintang-bintang itu mendekat. Terbawa rasa penasaran.
Bulan jatuh cinta oleh mata seorang manusia yang memperhatikan nya melalui sebuah teropong.
Memandangi nya tanpa bosan setiap bulan muncul. Bersedih di saat awan jahil menutupi pandangan nya. Tersenyum di saat awan akhirnya pergi karena tidak tega.
Mereka jauh tapi saling memahami. Merindukan di saat tidak bisa bersua. Gegap gempita saat bisa saling menatap.
Kalian mengerti hal-hal menakjubkan sekaligus aneh seperti itu? Hal-hal yang hanya terjadi pada suatu waktu yang ajaib.
Mereka sebenarnya bisa bersatu kalau tidak ragu. Dia bisa menghampiri bulan. Tentu saja itu akan memakan waktu, tapi semua itu akan terasa setimpal.
Bulan bisa saja menabrakan diri ke bumi. Tentu saja semua akan berakhir, itu juga kalau bulan egois. Karena kamu tahu kenapa? Karena kalau itu terjadi, dunia ini tentu saja akan berakhir. Semudah itu.