Minggu, 09 April 2017

Paleo. (Part 5)

"Kak Gina..Kak Gina..." Karla dengan suara cempreng nya memanggil aku yang baru masuk lobi kantor Kak Nila. Dia berlari kecil karena aku sudah terburu-buru ke atas. Lift sedang terbuka. Kak Nila sudah berkali-kali menelepon sejak satu jam yang lalu. Aku harus cepat sampai di atas.
"Kaaaakkkkk...bentar!"
Akhirnya karena dia menarik salah satu bagian tangan kemeja ku, aku menahan pintu lift.
"Apa??"
Setengah kesal aku meladeni Karla, dia cuma cengar-cengir gak jelas.
"Susah banget ketemu Kakak belakangan ini, minta tandatangan. Buat buku Kakak yang mau aku hadiahin ke sepupu aku."
Aku paling tidak bisa menolak permintaan orang yang sudah repot-repot menyisihkan uang nya untuk membeli karya ku.
Walau aku tahu penumpang di dalam lift akan kesal pada ku, akhirnya aku tandatangani juga buku itu, ditambah aku menuliskan nama sepupu Karla itu.
"Udah ya, aku ditunggu Kak Nila di atas, kamu tahu kan Kak Nila gimana.."
"Eh, Kak..."
Heh? Apa lagi?
"Kenapa lagi? Cepetan ini ga enak sama yang di lift."
"Hehe..aku lupa mau ngomong apa, Kak."
Mendengus agak kesal aku pun masuk ke lift sambil mencoba membuat ekspresi minta maaf ke semua penumpang lift yang terlihat sudah tidak sabaran.



Benar saja, sesampainya di atas aku mendapati Kak Nila bermuka masam karena aku datang terlambat 15 menit sementara pihak Production House yang berminat memfilmkan novel ku sudah duduk manis. 2 orang yang berumur tidak lebih dari 35 tahun itu tidak masalah karena aku menjelaskan dengan jujur apa yang terjadi di bawah. 5 menit pertama aku bukannya menarik perhatian 2 orang itu, aku malah berusaha membuat mood Kak Nila bagus lagi.

Syukurlah meeting awal yang berlangsung 90 menit itu berlangsung lancar dan akan dilanjutkan satu minggu  lagi, di tempat mereka. Aku berjanji tidak akan terlambat kepada mereka sebelum Kak Nila mencubit lengan ku. Makan siang di salah satu restoran favorit kami di gedung ini adalah sogokan ampuh supaya Kak Nila tidak marah lagi kepada ku.

"Kak Ginaaaaaa..."
Teriakan itu lagi. TKP nya tetap di lobi, tapi kali ini aku sedang menunggu jemputan ku datang. Apalagi mau nya Karla kali ini?!
Aku berusaha tetap tersenyum, siapa tahu dia beli satu buku ku lagi untuk dihadiahkan kepada teman nya.
"Ada yang bisa dibantu, Karla cantik?"
"Hehe..Kak Gina bisa aja. Ini, aku kan pernah cerita sama Kak Nila kalau ada orang luar yang suka nelpon ke sini nyariin Kakak."
Fokus ku langsung tercurah pada Karla, topik dua minggu yang lalu menyeruak lagi.
"Dan?"
"Namanya bukan Dan, Kak."
D'oh anak ini ya...
"Maksud aku, terus kenapa?"
"Nah kemarin itu dia telpon lagi, kebetulan security yang namanya Ropik bisa Bahasa Inggris, jadi aku kasih aja telpon nya ke dia."
Sadis. Front office merangkap operator kalah sama security. Ah, kenapa kamu fokus ke hal ini sih Gina?
"Iya. Lalu?"
"Nih."
Karla memberikan secarik kertas memo. Nama seseorang, nomer telepon, dan nama salah satu hotel bintang 5 di Jakarta Barat.
"Kata Ropik, Kak Gina diminta telepon ke sini. Tanya aja kamar Mr. Bruce Lee. Kayanya orangnya ganteng deh Kak. Suaranya aja enak gitu."
Dahi ku berkerut. Bruce Lee? Seriously?
"Kak?! Kok bengong?"
"Ahhh..enggak, ummm..kamu gak lagi mau ngerjain aku kan?"
"Ah, Kak Gina. Emang ultah Kak Gina minggu depan, tapi aku kan mana berani ngerjain penulis favorit aku." katanya dengan muka lugu.
Eh, terus ini apa?
Emang ada sih orang bernama Bruce Lee di dunia ini, tapi kok kayanya gak mungkin aku kenal sama salah satunya.
"Kak! Bengong lagi. Udah telepon aja hotelnya."
"Eh, iya. Nanti. Aku mau buru-buru pulang dulu. Driver ku udah nunggu. Makasih ya, Karla."
"Iya, Kak." Karla tersenyum.
Aku berlalu lalu tertawa dan geleng-geleng kepala. Pasti aku dikerjain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar