Kamis, 07 Juli 2011

Teh Tarik - Chapter 10

Gue baru bisa membeli handphone hari Senin nanti, jadi untuk sementara, gue memegang handphone adik gue dulu. Sore ini gue akan pergi nonton Backalley di Sky Dinning. Acaranya jam delapan malam. Gue udah bilang sama Nenno kalau handphone gue rusak dan minta dia untuk mengkonfirmasi kedatangan kita berdua ke Vitha dan Bunda Sylvia. Aaah... senangnya hang out bersama mereka lagi. Gue pergi ke Semanggi naik angkot karena nggak bisa naik motor, padahal di rumah ada dua motor nganggur, sedangkan Nenno juga lagi malas bawa motor. Capek mungkin, jadi kita memutuskan untuk jalan setelah maghrib.
"Dit, gue lihat Backalley dulu ya di Sky Dinning.." Kata gue pada Didit sebelum berangkat.
"Dimana tuh, Mbak?" Tanya Didit.
"Plaza Semanggi. Mau ikut?"
"Enggak ah. Ini mau anterin makanan tau. Pulang jam berapa, Mbak?"
"Nggak tau. Acaranya aja baru mulai jam delapan. Paling sebentar doang terus pulang."
"Oh, ya udah hati-hati..."
"Sipp dahh!!"

Hmm... Berangkat!!

Kita berangkat naik bus Jepang,bus ini agak menyenangkan daripada bus patas biasa, lebih lega, terang, dan murah. Jadi inget dulu waktu masih kerja di Grogol. Kita sampai di Sky Dinning jam setengah delapan malam, tapi Sylvia belum datang, apalagi Vitha. Akhirnya gue dan Nenno duduk di salah satu kelompok kursi yang kosong, di dekat teman-teman personel Backalley yang lain, termasuk pacar-pacar mereka. Pacar vokalisnya paling baik dan dekat sama kita.
Huaah... mana nih Sylvia? Backalley udah siap-siap mau tampil, tapi dia nya belum sampai. Katanya tadi macet di jalan. Ayolah cepat!! Kalau si puding, I mean, Vitha, sih emang mau lihat performance yang lain, jadi wajar kalau dia santai-santai dulu. Dan Sylvia datang pas banget saat intro lagu pertama mengalun. Yes! Asik! I Will Never Find Someone Like You mengalun. I kiss her cheeks dan kita pun mulai bernyanyi dan goyang sedikit-sedikit, hehe. I just love their music! I've been saying it like... many times. Hahaha...
Kita berdiri di depan panggung, agak di sebelah kanan sih dan agak jauh juga, but it's fun. Lalu setelah itu, Best Regret, Wondering, Never Be The Same, dan terakhir Somewhere Someone. Selalu terhibur dengan penampilan mereka. Musik yang berkualitas. Sayang, aliran indie agak susah untuk cepat dikenal luas. Mudah-mudahan banyak yang minta mereka tampil setelah ini. Amin.
"Lihat deh cowok itu.." Kata Sylvia tiba-tiba. Gue baru mau menoleh, tapi tau-tau Vitha datang. Benar-benar nggak lihat Backalley tampil nih, dia.
"Cowok yang mana, Bun?" Tanya gue.
"Yang pakai kemeja, rambut berdiri, di belakang kamu." Kata Bunda agak berbisik.
"Kenapa dia?"
"Kok dia kayaknya hapal lagu Somewhere Someone ya? Tapi aku belum pernah lihat dia sebelumnya."
Hmm... cowok berkemeja, rambut berdiri...? Ciri-ciri yang familiar. Gue menoleh dan bersamaan dengan cowok itu melihat gue. Gue kaget.. Cowok itu tersenyum dan melambaikan tangan ke gue. Dia Ardi.
"Loh, kok dia melambai? Kamu kenal?" Tanya Sylvia.
"Sebentar ya, Bun."
Gue berjalan ke arah cowok itu.
"Hey, what are you doing here?" Tanya gue, deg-degan parah dengan kejutan tiba-tiba ini.
"Katanya harus lihat mereka live.. kebetulan hari ini bisa. Sombong ya?" Balas Ardi.
"Siapa?"
"Teh manis sombong."
"Gue? Kenapa?"
"Telpon nggak diangkat-angkat."
"Loh, kok bisa telpon? Kan telpon gue rusak."
"Hah? Masa sih?"
"Iya. Emang sms delivered?"
"Umm... Kayaknya sih... pending."
"Huh! Dasar susu basi."
"Hehehe... pantesan nggak sms beberapa hari ini."
"Iya, maaf ya nggak ngasih tau. Eh, kesini sama siapa?"
"Sendirian. Bawa mobilnya Nino. Kamu mau pulang jam berapa?"
"Sebentar lagi, kok. Umm... tadi udah dimakan jatah-jatahnya?"
"Belum. Nanti aja. Pulangnya bareng aja, ya."
"Umm... tapi gue sama Nenno.  Rumahnya yang ada warungnya itu, lho. Keponakannya pak Haji."
"Ohh, ya udah nggak apa-apa. Sekalian aja."
"Yuk, gue kenalin ke temen-temen gue. Dan ke anak-anak Backalley juga."
"Eh, nggak usah. Gue disini aja."
"Udah... ayoo..." Gue menarik tangan Ardi. Nenno dan Sylvia memasang tampang penasaran saat melihat gue menarik Ardi ke arah mereka. Wajah gue udah panas, pasti merah. Untungnya disini agak gelap. Gue pun mengenalkan Ardi ke Sylvia, Nenno, dan Vitha. Tiga sahabat gue itu kayak dapat moment "aha!" saat si Susu menyebutkan namanya. Gue cuma senyum-senyum aja.
"Dokter Min aja ya manggilnya." Kata gue setelah Ardi berkenalan dengan mereka.
"Hissh... neng teh manis berisik, deh." Kata Ardi.
"Huuu... susu!!"
Nggak lama kemudian, vokalis Backalley mendekati kita untuk menyampaikan terimakasihnya karena kita udah datang. Kebiasannya memang kalau kita datang nonton, pasti dia menyempatkan diri untuk mengucapkan terimakasih secara langsung.
"Dha, ini kenalin temen gue. Udah gue racunin sama album kalian." kata Gue.
"Hai, Dhydha." Si vokalis mengulurkan tangannya ke Ardi.
"Ardi. Musik kalian keren. Selera musiknya Dee emang bisa dipercaya." Kata Ardi bersemangat.
"Wah makasih." Dhydha memandang gue dan Ardi bergantian dengan alis naik-turun. Ngapain sih, nih anak?! Suka aneh. Dhydha emang suka ngeledek gue.
Selagi Sylvia menanya-nanyai Ardi, gue penasaran dengan maksud gerakan mata Dhydha tadi.
"Apa?" Tanya gue ke Dhydha.
"Apanya?" Tanya Dhydha balik. Haduh, dudul juga nih anak.
"Tadi, mata mengisyaratkan hal yang tidak jelas." Kata gue sambil memperagakan gerakan mata Dhydha yang naik turun tadi.
"Ihihi... tumben sama cowok. Pacar ya?" Katanya agak berbisik di telinga gue. Saat gue lihat wajahnya, alis mata vokalis ini sudah naik-turun lagi sambil nyengir. Gue cuma melet, lalu mengalihkan topik dengan ngomongin penampilan mereka barusan.

"Ciee... kece ya, Susumu itu!!" Sylvia sms, padahal dia ada di depan gue.
Kebiasaan dia banget memang. Suka begitu, kadang iseng, kadang memberi komentar melalui sms kalau ada sesuatu yang nggak enak diomongin langsung. Gue cuma cengar-cengir dan melet ke dia.
"Mau pulang?" Tanya gue ke Ardi.
"Ha?" Ardi bertanya balik. Maklum, ramai banget disini. Apalagi ada live music-nya. Gue mendekatkan wajah gue ke wajahnya dan mendekatkan bibir gue ke dekat telinganya.
"Mau pulang sekarang? Pasti lo laper, deh." Kata gue, lalu memandang Ardi. Ardi mengangguk. Pasti dia laper. Biasanya makan jam setengah tujuh, eh ini udah hampir setengah sepuluh dan dia belum makan apa-apa.

"Tante... laper!!" Kata Nenno.
Kita bertiga, gue, Ardi, dan Nenno sudah di dalam lift. Sylvia dan Vitha masih di rooftop, nunggu Soul ID tampil.
"Burger mau?" Tanya gue ke Nenno. Dia mengangguk. Akhirnya kita ke salah satu gerai fast food di mall itu. Gue nggak lapar, tapi gue beli satu. Ardi menemani tanpa komplain. Sebenarnya tadi gue sempat melihat dia memegang perutnya. Nggak tega. Mungkin sayang sama makanan jatah dia yang di rumah, jadi dia nggak jajan disini. Dari sana, kita langsung ke tempat parkir mobil karena akan pulang bareng Ardi. Gue sempat bingung mau duduk di bangku depan atau di bangku tengah. Nenno kan' di tengah, kalau gue di tengah juga, Ardi jadi kayak supir. Kalau di depan... ah, malu gue. Pasti diledekin sama Nenno.
"Udah, depan aja!!" Kata Nenno di telinga gue sambil melotot. Haduh...
"Gue duduk dimana nih, Pak Min?" Tanya gue ke Ardi.
"Di depan aja, temenin gue. Butuh navigator nih, udah agak ngantuk." Kata Ardi.
"Tuh, dengerin kata Pak Min." Timpal Nenno.
Sial!!
Akhirnya gue duduk di bangku depan juga. Canggung banget. Nenno sengaja banget duduk di belakang Ardi dan mulai ngeledek dengan memasang mimik wajah yang lucu saat gue menoleh ke arahnya sedikit. Mobil mulai meninggalkan basement. Sylvia sms lagi.


"Cieeeh... pulang bareng! He's nice by the way. Ayo, sikat!!"

Gue tertawa kecil.

"Sikat gigi? Aduh, aku deg-degan nih. Duduk di sebelah dia, sementara Nenno di belakang Ardi."


"Ciee... nggak bisa tidur deh!!"


Antrian untuk keluar mall lumayan panjang. Nenno mulai makan burgernya. Gue mengingatkan dia supaya nggak mengotori mobil karena ini mobil Nino. Suasana hening sesaat... lalu suara aneh muncul. Haduh, perutnya Ardi minta diisi. Gue memandang cowok yang sekarang terlihat salah tingkah itu, lalu pelan-pelan tawa kami meledak. Gue mengambil burger yang tadi gue beli, gue buka bungkusnya, lalu gue sodorin ke Ardi. Ardi memandang gue dan burger itu bergantian.
"Eh, gimana makannya?" Tanya Ardi.
"Udah tinggal buka mulut, terus gigit, telen, kalau seret, gue bawa minum kok. Ayo.." Gue mengangguk meyakinkan, tapi Ardi kayaknya masih bingung. Aneh kali ya...
"Daripada kena maag, ayoo! Tangan gue pegel nih lama-lama."
Agak ragu, kepalanya maju mundur, tapi akhirnya dia gigit juga, lalu dia menengok dan tersenyum ke gue.
"Elo nggak laper, Dee?" Tanya Ardi. Mulutnya sudah kosong. Gue menggeleng dan menyuapi burgernya lagi ke mulut cowok itu, begitu terus sampai akhirnya habis. Gue tersenyum lebar sambil memberikan tisu ke Ardi.
"Sini tisunya, jangan dibuang sembarangan." Gue menukar tisu dengan botoh air mineral yang sudah gue kasih sedotan. Gue menyatukan sampah yang gue pegang di tempat Nenno duduk, lalu mengambil air mineral yang diangsurkan Ardi ke gue.
"Makasih, ya.." Kata Ardi.
"You're very welcome."
Sudah sampai Dewi Sartika, sebentar lagi perempatan Kalibata, nggak terlalu macet, tapi entah nanti di jalan raya Bogor gimana.
"Mereka keren, ya. Orangnya juga baik-baik. Humble." Kata Ardi.
"Siapa?"
"Backalley."
"Iya dong, dokter. Apalagi vokalisnya, ya nggak, tante?" Kata Nenno. Agak rese yaa... udah tau ada gebetan gue. Ardi memandang gue, sepertinya bertanya-tanya gitu.
"Adhe juga baik, ya, No? Paling keren malah. Aaaa... kak Adhe!!" Gantian gue meledek Nenno.
"Ah, tante... dia kan punya pacar."
"Hehehe... cari lagi yang lain. Jadi suka kan sama mereka?" Tanya gue ke Ardi.
"He? Backalley? Gue normal, kok. Suka sama cewek, hehehe..."
Gue tonjok bahu kirinya.
"Musiknya laaah.... payah nih, pak supir."
"Haha... Keren, kok. Live-nya mereka... kualitas internasional."
"Setujuuu..."
Ternyata sedikit padat di jalan raya Bogor. Kita terus mengobrol. Aaah... Seru banget malam itu. He is super nice. Kalau masih jam 9, gue pasti mampir dan bikinin dia teh tarik. Ini udah hampir setengah sebelas malam. Ardi menurunkan gue dan Nenno di gang rumah kita. Nenno turun duluan.
"Makasih, ya... tumpangannya." Kata gue.
"Iya. Makasih juga burgernya. Disuapin pula." Balas Ardi.
"Hehe... yuk. Duluan ya.."
"Iya. Malam, Dee."
"Selamat malam, dokter Min."
Gue pun turun dari mobil dan Ardi jalan lagi menuju rumah kosnya. Aaah... Nenno masih belum masuk ke rumah. Dia malah cengar-cengir gitu. Aaaah... Jadi ikut-ikutan cengar-cengir deh. Wajah gue memerah. Mungkin malam itu telinga Ardi panas karena gue dan Nenno terus membicarakan dia, belum lagi sama Sylvia di telpon. Mau tau cerita setelah kami pamit katanya.
Sebelum tidur, gue mengulang terus lagu The Only Exception-nya Paramore di musicplayer handphone adik gue. Tuh anak udah tidur nyenyak, jadi dia nggak akan mencari-cari hp-nya.

I've got a tight grip an reality, but I can't let go of what's in front of me here... I know you're leaving in the morning when you wake up... leave me with some kind of proof, it's not a dream.... you are the only exception...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar