Selasa, 12 Juli 2011

Teh Tarik - Chapter 11

Hari-hari selanjutnya mulai jarang ketemu Ardi, tapi masih sms-an atau kadang telpon. Handphone-ku baru! Alhamdulillah.. hari Senin kemarin dia nitipin coklat ke Didit buat gue. Hihihi... asik!! Makin lama, gue makin merasa nyaman sama Ardi, tapi gimana ini? Mau diterusin atau enggak? Dia udah punya semua yang membuat gue nyaman di dalam sebuah hubungan 'laki-laki dan perempuan lebih dari teman'. Tapi kita berbeda agama. Nyokab gue nggak akan suka!! Gue taunya kalau kita pacaran sama seseorang, ada dua hal yang pasti. Putus, atau menikah. Itu doang. Nggak ada yang lain. Masa baru pacaran aja udah mikir akan putus? Kalau nikah... apa akan semudah itu gue ikhlas dia pindah agama untuk gue? Kalau gue sih nggak mau pindah agama, apalagi untuk orang lain. Cuma satu ini egoisnya gue. Agama yang gue anut sekarang ini adalah harga mati. Kalau nggak lanjut... I'm in love with him... already. Deeply.
Rabu itu gue galau. Akhirnya nangis sendiri. Lukita aja yang pernah pacaran dengan orang yang beda agama pernah gue (sok) nasehati.
"Gue tau sedih banget, tapi mending dari awal di-stop aja."
Ingat sama omongan lo sendiri, Dee!!
Hhh... sudahlah. Jalani aja.. yang penting... apa ya? Aaah... bingung sendiri!! Tapi paling cuma sementara, Ardi kan disini cuma koas, paling juga dua bulan. Sekarang aja udah hampir satu setengah bulan dia disini. Abis nangis, rasanya kayak orang patah hati. Kayak diputusin sama Ardi. Padahal lagi sayang-sayangnya. Saat gue menutup mata aja, di bayangan gue cuma ada wajah Ardi, dan sering mimpiin dia juga. Hah... He really got me!! Gue tau dia nggak sengaja... Gue juga tau gue nggak sengaja jatuh cinta sedalam ini sama dia. Hah!! Benar-benar, deh. Ya Allah... mudah-mudahan dia nggak jatuh cinta juga sama saya.

***

"Apaan? Rese nih. Lagi nonton DVD juga!!" 
"Sana... cepet!!" Kata Nyokab.
Adik gue ngambek sama nyokab dan akhirnya dia nggak mau nganterin katering-an buat anak-anak kost. Haduuuh...
Ganti hotpants dengan rok batik selutut, terus ngaca sebentar, lalu ngambil makanannya. Untung udah sholat maghrib tadi.
Seperti biasa. Kost-nya Nino terakhir aja.. hehe.. Kangen juga sama Ardi. Udah hampir empat hari nggak ketemu, hihihi... Ini hari Kamis, dan biasanya Kamis itu hari dimana banyak kejadian bagus gue alami. I was born on Thursday by the way. Pas gue masuk ke halaman depan rumah Nino aja gue udah merasa deg-degan. Aaah... tangan gue gemetaran!! Parah!!
Tapi kok sepi amat, sih?
"Ssstt... Dee..." Sebuah suara tiba-tiba menyapa telinga gue. Gue menengok kanan-kiri dan menemukan Destu  di depan kamarnya di lantai satu.
"Ngapain disana?"
"Sini!! Jangan ditaruh dulu makanannya. Kita lagi bikin Ardi kesel. Dia kan ulang tahun."
Hah? Ardi ulang tahun? Kenapa gue nggak tau?
"Ada kue nggak?" Tanya gue ke Destu.
"Nggak ada."
"Yang lain kemana?"
"Di rumah depan. Kesana yuk. Gue baru selesai mandi, nih. Yuk."
Destu menawarkan diri membawakan makanan yang gue bawa, lalu kita pelan-pelan keluar. Kayak maling aja. Rumah depan ramai. Semuanya ada disitu. Ternyata mereka berencana ngerjain Ardi nanti. Mandi malam-malam dia.
Nggak ada kue ulang tahun, tapi gue punya ide. Dulu waktu temen gue ulang tahun, dia dapat martabak manis yang nggak dilipat, terus di tengahnya dikasih lilin. Mas Peno pun akhirnya disuruh beli martabak manis yang mangkal di depan rumah sakit. Lilinnya ada di laci dapur rumah depan, sisa lilin dari ulang tahun entah siapa...
"Ntar kalau Ardi curiga gimana?"
"Tenang aja. Dia baru pulang tadi.. lagi mandi kayaknya." Kata Amir.
Terus ntar diapain? Skenarionya, Ardi pasti keluar kamar buat cari makan, tapi karena di meja makan nggak ada apa-apa, Ardi akan tanya ke yang lain, tapi nggak ada orang di rumah. Dia pasti akan ke rumah depan. Nah, sebelum sampai di rumah depan, Ardi akan disergap terus diserang dengan telur, tepung, dan kecap sebanyak-banyaknya. Hahaha... kasihan. Pasti nanti mandi lagi!
"Yang bawa martabaknya elo aja, Dee, biar surprise!" Kata Destu sambil mengedipkan mata. Gue mengangguk. Aaah... kalau tau dia ulang tahun, gue pasti beliin sesuatu. Umurnya 24 tahun, lebih muda setahun dari gue.
Begitu Ardi keluar dari dapur, mereka keluar, berdiri menunggu, menyebar di tiap penjuru mata angin. Mas Peno datang dan gue segera memasang lilin di martabak itu. Satu aja. Nanti waktu gue keluar, barulah dinyalakan lilinnya sama mas Peno.
Beberapa saat kemudian, terdengar suara ribut-ribut dari 'panggung utama'. Cowok-cowok itu pada teriak-teriak, ketawa-tawa, dan suara Ardi juga... hahahaha... pasti keren nih!! Pengin nyeplokin Ardi pakai telur juga rasanya. Agak lama, lalu pintu di depan gue buka, lilin dinyalakan, dan gue pun berjalan keluar. Semua menyanyikan lagu Happy Birthday buat Ardi seiring dengan keluarnya gue sambil membawa martabak ulang tahun itu, hahaha.
Tiba-tiba ada sebuah blitz berkilat ke arah gue, dan ternyata Amir membawa handycam. Ardi agak kaget melihat gue, tapi semakin gue mendekat, senyumnya semakin melebar.
"Make your wish..." Kata gue begitu lagu Happy Birthday selesai dinyanyikan. Ardi menundukkan kepala dan memejamkan mata, dengan hanya cahaya lilin yang menyinari wajahnya, dia terlihat charming sekali. Nggak lama kemudian, Ardi kembali membuka mata dan meniup lilin.
Hihihi... lampu dinyalakan dan Masya Allah... ancur banget penampilannya Ardi. Udah kayak adonan aja. Anak-anak langsung menyiram Ardi dengan air melalui selang terdekat... hahaha... mandi di luar deh dia. Gue menyingkir, ketawa-tawa memperhatikan tingkah cowok-cowok yang kayak anak kecil itu.
"Eh, jangan lama-lama... nanti Ardinya masuk angin itu!!" Kata gue.
"Iya guys, udahan ya. Gue mandi dulu." Kata Ardi yang tampak kedinginan, tapi tersenyum lebar.
"Ya udah sana!! Dasar..." Kata Amir yang juga tampak puas berhasil ngerjain Ardi. Gue menuju ke ruang makan di rumah depan, menyiapkan makanan buat cowok-cowok itu. Nggak lama kemudian, mereka udah menyusul. Wajahnya kelihatan lapar semua. Ardi gimana ya? Takut dia masuk angin.
"No, ada jahe nggak?" Tanya gue ke Nino.
"Jahe? Nggak ada. Buat apaan?"
"Kasihan Ardi, takut masuk angin."
Dan baru sedetik kata itu meluncur, cowok-cowok itu langsung sibuk batuk-batuk dan ber-prikitiw ria. Haduuuh... orang mau berbuat baik kok digodain, toh?
"Saya tanyain sebelah ya, Mbak." Kata mas Peno.
"Bilang aja mau ketemu Tuti!!" Kata Destu. Mas Peno cuma nyengir. Mbak Tuti itu pembantu rumah sebelah kayaknya, hehe.
Karena jahenya harus dibakar dan nggak mungkin dibakar di dapur sini karena cowok-cowok itu lagi makan, akhirnya gue balik ke rumah belakang. Jahe itu ditusuk garpu, dibakar di kompor gas, gagangnya gue bungkus dengan kain karena makin lama makin terasa panas. Setelah selesai dibakar, jahenya didinginkan, dibersihkan kulitnya dari yang gosong-gosong, terus digeprek, lalu masukkan ke rebusan air. Eh... teh jahe atau susu jahe ya? Apa malah kopi? Ardi udah selesai belum sih mandinya?
Gue naik dan menuju ke kamarnya yang ada di lantai dua karena saat gue cek kamar mandi nggak ada suara apa-apa. Jadi mungkin Ardi udah selesai.
"Dokter Min...!!" Panggil gue sambil mengetuk pintu kamarnya yang berwarna putih. Gue belum ngucapin selamat ulang tahun juga. 
"Susu..." Gue memanggil lagi. Ini anak kemana toh? 
"Pak Min...!!" Akhirnya semua panggilan udah gue sebut.
"Iya, bentar.."
Pintu kamar dibuka. Ardi udah terlihat segar, udah ganti baju dan segala macamnya. Rambutnya ke depan semua, jadi kayak anak kecil.
"Mau teh jahe atau susu jahe?" Tanya gue.
"Hah?"
"Gue takutnya lo masuk angin, jadi gue bikinin susu. I mean, mau apa? Susu jahe atau teh jahe?"
"Umm... teh aja deh, Dee. Pakai susu juga boleh."
"Teh tarik jahe? Tadi ngapain sih? Kok nggak jawab dipanggil berkali-kali?"
"Lagi pake baju."
"Yaa minimal dijawab dulu kali kalau ada yang manggil. Dasar.. Terus kenapa nggak bilang kalau ulang tahun?"
"Tadi kan gue sms lo, minta lo buat dateng kesini."
"Heh? Nggak ada ahh... Apa belum kebaca? Ah, whatever. Maaf yaa... kalau tau pasti gue bawain sesuatu."
"Nggak apa-apa."
"Ya udah... happy birthday ya.." Dan gue beranikan diri maju selangkah, lalu mengecup pipi kirinya. Gue senyum, lalu langsung buru-buru kabur ke bawah. Nggak berani nengok. Malu! Haduh... ini aja gemetaran. Dia itu cowok pertama yang gue cium. Aaa... merah deh pasti  ini wajah gue!! Dan... gue kalau lagi salah tingkah, gemetaran dan sebagainya, punya kebiasaan buruk. Apa yang gue pegang pasti berantakan, jatuh... dan bahkan bikin minuman buat Ardi aja berantakan. Haah... Payah!!
Teh tarik plus jahe itu gue taruh meja, sementara gue membersihkan sekitar nampan gelas dan mencuci alat-alat masak yang tadi gue pakai. Sesekali gue menyeka keringat. Pasti keringetan kalau lagi salah tingkah. Nah... udah selesai. Pulang deh... nanti dicari nyokab.
"Astaghfirullah..." Gue berseru kaget saat berbalik dan menemukan Ardi sudah berdiri di dekat meja makan.
"Eh, sorry sorry... beneran nggak maksud..." kata Ardi. Gue mengelus-elus dada dan bisa merasakan detakan jantung gue sudah melebihi kecepatan gerak jarum detik yang ada di jam. Haduuuh...
"Gue pulang ya... itu minumannya... mudah-mudahan nggak masuk angin." Kata gue buru-buru dan langsung mau kabur.
"Eh, bentar..." Ardi tiba-tiba menahan tangan gue, membuat gue menghentikan langkah gue yang sudah setengah ngebut itu. Dia membenarkan posisi badan gue sehingga kami berhadapan, dan tiba-tiba Ardi memeluk gue, melingkarkan tangannya di bahu gue. Gue kaget. Parah kagetnya.
"Aku kangen sama kamu..." Katanya di telinga gue. Tangan gue pelan dan ragu, tapi akhirnya memeluknya balik. Nggak lama, Ardi melepas pelukannya dan memegang dua rahang gue, seakan wajah gue mudah pecah. Hati gue was-was, jantung gue berdetak semakin kencang. Ardi menatap gue dan tatapannya membuat gue serasa tertelan. Pelan-pelan wajahnya mendekat dan akhirnya gue pasrah. Gue menutup mata sajalah....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar