Sabtu, 14 April 2012

30 Reasons To Smile - Chapter 55


“ Kamu..gak bisa..mendapatkan..kedua nya. “
“ Maksud kamu? “
“ Aku dateng ke club itu. Liat kamu tampil. You did a great job. I’m proud of you. Really. Aku juga liat kamu mencium Karen di lorong yang mengarah ke backstage itu. “
Glen memucat. Gak bisa ngomong.
“ Yeah, aku bukan pacar kamu lagi, aku tau. Tapi aku gak mau..kamu tau aku masih sayang sama kamu kan? Apa selama ini kamu gak tau? “
“ Aku gak yakin. “
“ Sama apa? Perasaan aku atau perasaan kamu? “
“ Perasaan aku. “
Terdiam dan berusaha menenangkan hati gue. Perasaan memang bisa berubah seiring waktu, terutama kalau sama sekali gak ada komunikasi.
“ Oke. Here’s the deal. Kamu sayang sama aku? “
“ Sangat sayang. “ tulus. Terlihat dari mata nya.
“ Tapi aku tau kamu juga sayang sama Karen. Jadi, aku gak marah sama kamu, aku hanya minta..klo kamu mau kita punya hubungan yang special, aku mau kamu yakin dulu. Jangan milih aku hanya karena aku merawat kamu di rumah sakit, jangan juga berdasarkan sejarah kita. Aku mau kalau kamu datang, cuma ada aku satu-satu nya di hati kamu. “
“ Mau kamu gimana sekarang? “
“ Jangan cium aku, pegang wajah aku, genggam tangan aku..seperti kamu melakukan itu ke pacar kamu. Bisa? “ 
“ Aku gak..bisa. “
“ Then make up your mind. “ kata gue tegas.
“ Baik. Kasih aku waktu. Bisa? “
“ Kita gak ketemu selagi kamu mutusin hati kamu ada di mana. Gimana? “
Glen menatap gue seperti orang yang kehabisan nafas. Merana banget kaya nya.
“ Oh, come on! Don’t give me that look. I’m not Luke. Kamu pasti lebih merana kalau gak ketemu Luke kan?! So, pasti bakal gampang banget deh. “
“ Sampe kapan kamu mau kasih aku waktu? “
“ Dua minggu? “
“ Emang kamu masih di sini? “
“ Aku udah di London lusa. Banyak yang harus aku kerjain sebelum masuk kuliah lagi. “
“ Trus? “
“ Telepon kan bisa. Silly you! “
Gue ngacak-ngacak rambut Glen sambil ketawa.
“ Boleh minta sesuatu? “
“ Apa? “
“ Aku mau cium kamu sekarang. “
Gue tersenyum dan mengangguk. Gue meletakkan dua telapak tangan gue di dada nya dan mencium bibir merah nya dan sedikit merasakan rambut di dagu nya yang sedikit kasar. Bibir ini saja yang mau aku cium sepanjang hidup ku, Tuhan.
Ruangan itu, sofa itu, jadi saksi ciuman kami yang terakhir.
Terakhir.
If you, if you could return. Don’t let it burn, don’t let it fade. I’m sure I’m not being rude, but it’s just your attitude. It’s tearing me apart, it’s ruining everything. I swore, I swore I would be true, and honey, so did you. So why were you holding her hand? Is that the way we stand? Were you lying all the time? Was it just a game to you? But I’m so deep.
You know I’m such a fool for you. You got me wrapped around your finger. Do you have to let it linger? Do you have to, do you have to let it linger?
I thought the world of you. I thought nothing could go wrong, but I was wrong. I was wrong. If you could get by, trying not to lie. Things wouldn’t be so confused and I wouldn’t feel so used. But you always really knew. I just wanna be with you.
( The Cranberries – Linger )
Glen memutuskan untuk tidak memilih siapa-siapa sebulan kemudian, setelah dua minggu yang lalu dia nelpon tapi blom bisa ngasih keputusan. Dua minggu yang terasa lama karena harapan gue terlalu tinggi dan ternyata sama sekali gak bisa konsentrasi ngerjain tugas-tugas dari kampus.
Lalu dia datang ke London 2 minggu kemudian, hanya ingin membuat gue patah hati. Memutuskan datang karena dia lagi mengerjakan sesuatu di studio sama anak-anak The Script yang lain.
Untuk pertama kali nya gue sempet berpikir untuk minum alkohol sebanyak-banyak nya. Tapi gue urungkan niat gue. Padahal kami lagi ada di café and bar yang nyediain macam-macam minuman keras. Klo gue mau, gue bisa langsung pesan sama pelayan nya.
Glen aja udah minum bir lokal kebanggaan negara kami. Sedangkan gue, tetep minum entah apa nama varian minuman kopi ini, tadi gue asal aja nyebut nama nya di daftar menu yang dikasih pelayan begitu kami duduk.
“ Kalau memang jodoh, apapun yang terjadi sekarang..kami akan ketemu lagi. “
Kalimat itu yang selalu terngiang di kepala gue sekarang. Gue menolak tawaran Glen yang mau anter gue kembali ke rumah grands.
Berusaha tetap tersenyum sepanjang Glen masih ada di depan gue. Asing. Itu rasa nya sekarang. Gue seperti gak kenal laki-laki yang ada di hadapan gue ini. Asing tapi gue tau gue mencintai dia.
Gue gak mau pulang dulu sekarang. Gue melangkah kemana pun kaki gue ingin melangkah. Glen menghilang setelah meluk gue. Tadinya dia mau cium bibir gue, tapi gue keburu memberikan pipi gue saja. Bibir ini hanya untuk seseorang yang yakin mencintai gue saja. Lalu gue menangis.
London jadi rumah gue sekarang, gak ada lagi Dublin. Di sana udah gak ada lagi yang menarik..kecuali makam dad. Mom sama dokter Derek tunangan minggu lalu dan pindah ke New York. Sebenernya mereka udah nyiapin visa dan passport untuk gue, tapi gue blom mau pergi. Mungkin nanti.
“ Dee?! “ seseorang megang lengan jaket universitas dan membalikan badan gue.
Kaget mendapati cowok jangkung ini di sini. Kenapa musti Danny yang ketemu sama gue sekarang?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar