Rabu, 10 April 2019

DU

25 April

When everyone seems to love sunny weather, I personally love today's weather. It's cloudy, with a chance of little rain tonight. After office hour I went to the galery. Setelah sempet menyegarkan diri dan ganti baju di kantor tentunya. I only changed my blouse with a simple plain shirt and wool sweater. Akan mengecek space saya di galeri dan ketemu sekalian sama Kevin. Katanya space saya ada di lantai 2, sementara untuk karya seniman-seniman yang lebih mumpuni ada di lantai 1. Yaiyalah. Diajak ikutan aja saya sudah merasa bangga. Lantai 1 juga dibagi untuk seni lukis, pahat, dan instalasi seni modern. Untuk foto, yang paling banyak dipamerkan, semua ada di lantai 2. Di setiap karya ada sedikit note yang menerangkan tentang karya seni tersebut plus sedikit informasi tentang yang membuat karyanya. Kevin memberikan pertanyaan melalui email seminggu yang lalu dan sepertinya itu yang akan ditulis di note hasil foto saya. Untuk foto profil sih opsional, tapi saya lebih memilih tidak memakai foto profil. Plus untuk nama saya hanya menggunakan inisial saja, inisial nama depan.

Saya menghubungi Kevin lewat messenger, dia bilang dia ada perlu sebentar di lantai 3 galeri ini, kantor dia, jadi saya hanya perlu masuk sambil memberikan nama lengkap saya ke meja resepsionis. Perempuan muda di meja resepsionis langsung memberikan id card bertali yang langsung saya pakai di leher. Setelah itu kaki saya menjelajah lantai 1 karena sepertinya kalau hanya duduk saja akan terasa membosankan. Melihat-lihat karya yang akan dipamerkan besok sepertinya lebih menyenangkan karena besok pasti akan ramai, tidak seleluasa sekarang.

Nama seniman-senimannya masih asing di telinga saya karena memang saya bukan pemerhati, hanya penikmat seni. Paling suka sama lukisan seperti komik tapi cat air pun akan indah kalau komposisinya cantik.
Di depan saya sekarang ada 3 buah lukisan yang dilukis seseorang. Tidak ada nama jelas tapi ada tulisan "Oxygen" di bawah ketiga lukisan. Kelihatannya penganut ekspresionisme, lukisan yang pada dasarnya mau dibilang nyata tapi tidak nyata. Di sana tergambar balon-balon yang memiliki wajah seseorang dengan berbagai macam ekspresi. Sepertinya sang pelukis sedang curhat, mungkin ini salah satu caranya untuk merilis kegundahannya. It keeps me wandering. My eyes glue for sometimes. Pelukisnya seperti bilang sesuatu dan I desperately want to reach him/her. Maybe he/she needs help but maybe not. Maybe it's just me.

Lalu Kevin datang dan meminta maaf karena dia lama menemui saya. Saya bilang gak papa lalu kami naik ke lantai 2 untuk melihat tempat foto saya dipajang. Jadi ternyata foto-foto saya dipindahkan ke 6 ipad dan ditempelkan di dinding. Sedikit terkejut karena hasilnya jadi terlihat menarik. Keterkejutan saya membuat Kevin senang dan bangga. Ini idenya supaya terlihat more attractive.
"I'm terribly  sorry that I must leave you now. There are too much preparation which still need to be done for tomorrow."
"Ah, no worries. Just do what you have to do."
Setelah dia memberikan undangan untuk event pembukaan besok, dia pun pamit. Saya masih diperbolehkan menjelajahi 2 lantai galeri ini sampai bosan. Sepertinya tidak akan bosan. Di space bagian depan ada karya foto dari seseorang bernama SY yang menarik perhatian saya. Foto 4 musim di spot yang sama tapi perbedaannya sungguh terlihat. Gambarnya jelas, tegas, indah, komposisinya bagus dan setiap saya menatap foto salah satu musim saya seperti sedang ada di musim tersebut. Seperti foto musim gugur, ada ilalang yang agak condong karena tertiup angin, saya bisa merasakan hembusan angin musim gugur. Entah saya terbawa suasana atau memang angin yang saya rasakan berasal dari AC di ruangan ini. Foto-foto ini dan lukisan si "Oxygen" adalah favorit saya.

Setelah menikmati foto musim dingin lebih lama, saya melihat jam di smartphone, kereta terakhir sebentar lagi beroperasi. Saya harus bergegas kalau tidak mau mengeluarkan biaya tambahan untuk ongkos pulang.
“Holy shsss..”
Terkaget karena begitu berbalik ada seorang laki-laki berdiri tepat di sana. Sejak kapan dia berdiri di sana? His classic white boeing sunglasses-nya tidak bisa menutupi kalau di juga kaget. Entah karena ekspresi atau ucapan saya yang hampir kelepasan.
“Maaf..maaf kalo saya mengagetkan Anda.” katanya sambil menggerakkan kedua tangannya. Seperti bilang “tidak” dengan bahasa tubuhnya.
“No, it’s fine. Cuma kaget kok.”
“Saya sungguh minta maaf.”
Saya tersenyum, mungkin karena wajah saya masih terlihat kaget makanya dia sepertinya merasa tidak enak.
“Tidak apa-apa. Sungguh.”
Laki-laki yang tingginya cuma beda sekitar 5 cm dari saya ini pun akhirnya tersenyum. Pakaiannya kasual sekali. Jeans, kaos dengan tudung dan bomber jacket. Telinganya dihiasi anting. Terlihat lebih muda dari umur saya.
He said something with local language which I don't understand.
"I mostly speak English." kata saya sambil tersenyum.
“Oh, I see. I mean, Anda karyawan di sini?” now he spoke English.
“Bukan. Kenapa memang?”
“Tidak tidak.. just asking. ”
“Baiklah. Saya pergi dulu ya..I need to catch the last train. Senang bertemu Anda.”
Saya tersenyum dan buru-buru turun. Tapi di lobi langkah saya terhenti. Hujan. Mengaduk-aduk isi tas karena sepertinya saya bawa payung. Kalau musim sudah berubah seperti ini saya selalu sedia payung di tas, tapi...ah.

“You’re sooooo damn stupid.”

Mengutuki diri sendiri karena waktu ganti pakaian di kantor tadi sempat mengeluarkan payung, ditaroh di atas meja dan lupa dimasukkan kembali ke tas. Melihat hujan yang turun, gak bisa kalau jalan dengan hujan lumayan deras seperti ini. Walau cuma 10 menit jalan tapi yang ada bisa sakit. Besok pembukaan pameran kan..
“Why on earth you become this stupid!”
“Permisi..”
Dan untuk kedua kalinya laki-laki itu bikin saya kaget. Dia tiba-tiba ada di sebelah kanan saya.
“Maaf..maaf..saya bikin Anda kaget lagi.”
“Gak kok. Gak papa.”
“Anda bukannya mau kejar kereta terakhir?”
Saya mengangguk. Lalu kami terdiam. Saya mencoba maju untuk merasakan air hujan di tangan saya. Terlalu deras untuk berjalan di bawahnya. Saya tidak terlalu pandai bersosialisasi, apalagi sepertinya he is more comfortable using his own language than English. Kami berdua cuma berdiri di situ dalam diam. Lalu ada seorang pria datang dari arah kanan jalan.
Ternyata teman laki-laki di sebelah saya. Dia memberikan sebuah payung, sementara payung yang dia pakai ada di tangan kirinya.
Ah sudahlah, lari saja. Saya tidak akan bisa mengejar keretanya kalau tidak pergi sekarang.
“Tunggu!” laki-laki itu menarik lengan coat saya.
This is the third time! What’s wrong with him??
Saya ingin dia tahu kalau saya sekarang marah.
Tangan kanannya mengangsurkan payung yang masih kering. Dengan gerakan mata, bibir dan tangannya dia seakan bilang, “nih, ambil.”
Saya yang masih sungkan melihat payung itu dan wajahnya secara bergantian. Sedikit merasa bersalah karena sudah berpikiran negatif tentang dia.
Lalu dia memajukan bibir dan payung itu bersamaan. Pelan dan ragu saya memajukan tangan hendak meraih payung itu. Lama sekali. Tanpa disangka dia mengambil tangan saya yang terulur dan membuatnya menggenggam payung itu.
“Hurry or you will miss the train. Saya bisa pakai payung yang lain.”
Ding! Ucapannya membuat saya sadar, ingat kalau harus mengejar kereta. Oh iya!!
Saya berbalik untuk membuka payung itu, baru melangkah satu kali saya langsung berbalik. Membungkuk sambil bilang terimakasih dengan semangat. Dia tersenyum lebar. Senyum yang tergambar di bibir dan matanya. Entah kenapa matanya bisa tersenyum seperti itu. Kemudian saya berlari.
Kebodohan yang saya lakukan hari ini cukup banyak, hal bodoh terakhir adalah tidak menanyakan nama pemilik payung ini. Bagaimana saya bisa kembalikan kalau saya tidak tahu namanya? Pasti Kevin atau siapapun di galeri itu ada yang kenal kalau saya sebut namanya. Apa perlu saya minta putar ulang rekaman CCTV malam ini untuk kasih tahu Kevin wajah laki-laki itu?
Ah sudahlah, yang penting kereta terakhir berhasil saya kejar. Tentang payung ini, pasti akan ada caranya untuk kembali kepada pemiliknya.

~ ~ ~ ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar