Sabtu, 25 Maret 2017

Paleo. (Part 4)

Gagal itu punya dua sisi yang wajib hati-hati kita pilih. Satu sisi membuat kita belajar buat bangkit dan satu sisi lagi membuat kita takut mencoba lagi. Saya tahu harus nya saya lupakan saja gagal menjadi orang yang dicintai pasangan saya sepenuh hati, tapi bayangan rasa sakit sewaktu tidak diinginkan oleh orang yang paling kita inginkan di dunia ini adalah racun. Itu terjadi ketika saya mulai menyukai seseorang, mulai memperhatikan seseorang yang saya kenal dengan lebih sering. Mungkin saja pemikiran positif itu bertahan seminggu atau dua minggu, merasa jatuh cinta dan merasa lebih bahagia. Tersenyum sampai orang mungkin menganggap saya sudah gila. Gina memang sudah gila. Itu kata Kak Nila.
"Gue bukan nya gak mau lagi, Kak."
"Trus apa? Iko membosankan? Kurang ganteng?" Kata nya berapi-api.
Iko terlalu ganteng, kadang saya aja mikir kenapa dia bisa tertarik mendekati saya. Postur nya bagus, not a gym freak but he runs every weekend. He's 182 cms height, 10 cms higher than me. Tan skin, thick hair and well groomed.
"Ish!"
Gemas, Kak Nila menarik sejumput rambut saya.
"Iko sayang sama elu, Gina."
Kak Nila duduk di depan saya dan setelah menghembuskan nafas kesal dia berkata seperti itu.
"Arga juga sayang sama gue. Waktu itu. Trus apa jaminan nya Iko gak akan ninggalin gue buat perempuan lain?"
Kata saya akhirnya. Terucap juga lah apa yang membuat saya trauma mencintai orang. Karena berharap itu terkadang menyakitkan, sementara manusia tidak mungkin tidak berharap.
"Iko bukan Arga."
Kata Kak Nila dengan penekanan di setiap kata nya.
"Iko memang bukan Arga, tapi jaminan nya apa dia gak akan pergi dari gue setelah liat ada perempuan yang lebih menarik perhatian nya daripada gue? Apa jaminan nya? Lu tau kan kalo gue udah sayang sama orang, Kak. So, daripada gue ngerasain sakit yang sama lagi, mendingan gue sendiri aja."
"Duh Tuhan. Susah kali ngomong sama anak keras kepala yang satu ini."
Entah kenapa saya tertawa sinis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar