Selasa, 15 November 2011

30 Reasons To Smile - Chapter 2


Pulang dan mendapati rumah dalam keadaan kosong. Apa yang gue harapkan sekarang? Mom jadi terlalu sibuk setelah dad meninggal. Bisa beberapa kali lembur dalam seminggu. Gak tau karena rumah ini gak nyaman atau emang mom terlalu berusaha keras mengumpulkan uang. Kami pindah rumah sebulan setelah kejadian dad bunuh diri waktu itu. Pindah ke rumah yang lebih kecil, rumah satu lantai dengan pekarangan yang tertata apik walaupun gak besar.
Dua kamar, dapur, ruang tamu, satu kamar mandi. Semua itu cukup buat kami berdua. Apapun, asal tempat ini nyaman dan hangat klo musim dingin tiba.
Semua buku-buku dad ada di garasi kecil di samping rumah. Semua kenangan akan dad cuma ada di buku-buku itu, dan foto kami bertiga yang masih gue simpan di tempat tersembunyi. Mom membakar semua foto-foto dad dan menyumbangkan semua pakaian nya. Penyebab dad bunuh diri masih misterius karena mom sendiri blom mau cerita ke gue. Tapi kata sahabat gue, Shena, dia tau dari kakak nya yang polisi klo dad bunuh diri karena dipecat dari kantor dan harus membayar kerugian perusahaan. Masuk akal pada akhirnya karena sepertinya mom menjual rumah besar dan mobil mewah kami sebelum nya, tapi masih harus bekerja sekeras ini.
Terlalu malas untuk memasak makanan berat walau perut ini meraung minta diisi. End up with honey star cereal dan susu coklat. Sereal favorit gue dari bayi. Mudah-mudahan sedikit menghilangkan mual karena mencium alkohol di bar tadi.
Ngomong-ngomong tentang itu, gue udah bilang ke Mr. O’Mallory klo hidung dan perut gue agak sensitif sama bau menyengat dari alkohol, kata nya sih gue akan berdiri dari bar sejauh mungkin dan cuma ke bar klo ada yang pesen bir aja. Gue spesialisasi untuk yang order makanan. Ternyata The Bottom Of The Hill gak sepenuh nya bar, ada section restoran nya juga. It sounds perfect.
Okay, Imma go to my bedroom now..my head’s buzzing me.
Suara detak jantung gue yang kencang dan teratur..langkah kaki gue..lorong rumah gue yang dulu, dingin..tegang dan somehow semua itu dibuat seperti di adegan slow motion di film-film. Tangan gue di gagang pintu, ledakan pistol dan pintu terbuka..darah, pengap, dad…
“ Alice..Alice.. “
Tersentak dan terbangun dengan nafas memburu dan keringat di sekujur badan.
Mimpi buruk. Mimpi buruk yang sama.
“ Sayang?? Kamu kenapa?? “ mom muncul di pintu kamar. Muka nya khawatir. Lalu buru-buru mendekati gue.
“ Mom.. “ gue berdehem karena tenggorokan yang tercekat.
“ Are you okay, dear?? “ mom megang dahi gue.
“ Yes. Aku cuma haus, mom. Same old nightmare. “
“ Ohh..poor you. “ mom meluk gue.
Gue melihat jam dinding warna merah di kamar. It’s already midnite and I think she’s just got in.
“ Kamu laper gak? Udah makan? “ kata nya sambil mandang muka gue.
“ Gak terlalu. Tadi aku udah makan kok. “
“ Pasti sereal lagi. Yuk, temenin mom makan mie. Tadi mom beli di restoran china di deket rumah sakit. Kamu kan doyan juga.. “
“ Aku gak laper…”
“ Ayolah..temenin mom. Kamu kata nya haus??”
 Mom megang tangan gue lalu berdiri. Baiklah..rasa-rasa nya mimpi tadi udah menguras semua energi gue.
Duduk di meja makan bujur sangkar kecil yang cuma punya 2 bangku, 4 terlalu banyak..jadi 2 kursi lain ditumpuk di garasi..yang sepertinya udah merangkap jadi gudang.
Mom punya wajah yang sangat cantik, mirip sama Grand dad yang ganteng. Mata mom biru dan rambut nya ikal berwarna merah, sempurna. Dulu sempet jadi model majalah di Inggris sambil menyelesaikan sekolah keperawatan nya. Grand dad n grans tadinya mau mom jadi dokter, tapi mom gak mau. Dia lebih suka jadi perawat. Lalu mom ke Dublin, karena dapet kesempatan magang di sini, ketemu dad yang pengusaha muda. Mereka jatuh cinta, menikah dan akhirnya mom stay di Dublin.
Gue sendiri lebih mirip dad. Dengan mata coklat terang dan rambut lurus tipis berwarna gelap. Ada bagian wajah mom yang “nyangkut” di gue, yaitu dua lesung pipi.
“ Hari ini kamu cari kerja lagi?? “ kata mom. Kami sedang minum teh. Mie china yang dibawa mom tadi udah habis kami makan.
Gue ngangguk.
“ Trus?? “
“ I got a job. “ kata gue lalu tersenyum lebar.
“ Really?? Wow!! Proud of you. Congrats. “ she’s hugging me now.
“ Thanks, mom. “
“ Dimana?? “
Sekarang gue tau mimik muka gue berubah. Pasti mom gak akan suka denger nya.
Oke, Dee..harus bilang dari sekarang.
Gue menghela nafas panjang dan berdoa klo mom akan membiarkan topik ini berlalu begitu saja.
“ It’s The Bottom Of The Hill. “ gue sangat berharap mom gak tau itu tempat apa.
Harapan kosong. Muka mom berubah jadi terkejut. Marah dan..
“ Kenapa bisa di sana?? Kamu baru mau 19 tahun for God’s sake!! “
“ Mom..apa yang bisa diharapkan dari sekedar lulusan SMA kaya aku?? Lagian itu bar plus restoran kok. “ kata gue mulai terbawa emosi. Bukan nya gue gak berusaha cari pekerjaan kan seminggu ini??
“ Tapi gak di sana juga, Alice. “
“ Mom..stop calling me like that. “
“ Lebih baik kamu kerja di toko buku atau toko pakaian!! “
“ Toko buku dan toko pakaian yang mana, mom?? Cuma tempat itu yang nerima aku. I’ll be fine. Don’t act too much about it. I’m gonna be okay. “ suara gue mulai meninggi.
“ Dan yeah..masalah kamu gak kuat nyium bau alkohol itu gimana? Bisa kamu atasi? Oh..c’mon!! Mom lebih rela kamu jadi baby sitter. “
“ Dan gak akan pernah kuliah?? “
Mom terdiam. Kenyataan yang bikin dia terpukul adalah itu. Cuma hal itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar