Jumat, 25 Maret 2011

Teh Tarik - Chapter 1

Ini cuma kisah cinta biasa. Sepertinya sih begitu... Tapi terserah bagaimana kamu menilainya...

Gue sendiri disini, dengan buku Negeri van Oranje di tangan. Jaga kios makan kecil setiap hari dari pagi sampai siang. Kios, atau warung makan kecil mungil sederhana ini adalah milik gue, Dee. Hasil dari kerjasama antara Bude, nyokab, dan gue juga.Umur gue 25 tahun. Dulu pernah kerja tapi lalu keluar karena kontrak dua tahun nggak diperpanjang lagi. Setelah itu bingung, menganggur. Ijazah D1 nggak terpakai dan nggak ahli dalam komputer. Hufft.... Bukannya gue malas cari kerja, tapi setiap interview (I through it a lot) pasti ujung-ujungnya ditanya "Kenapa cuma D1? Nggak lanjut lagi? Nanti tunggu telpon, ya..." (Telpon yang mana?)
Well, gue anak pertama. Gue punya adik dua, semuanya cowok. Biarlah biaya pendidikan dialokasikan untuk mereka berdua. Gue mengenyam pendidikan seadanya saja. Jadi, daripada nggak melakukan apa-apa, nggak produktif, gue relakan tabungan terakhir gue, gaji selama dua bulan untuk investasi di kios kecil ini. Keuntungan dibagi tiga, gue cuma dapat 20 % perbulan. Lumayanlah, semua itu gue tabung. Enak, karena kios dekat rumah yang artinya nggak perlu ongkos dan kalau lapar tinggal makan, hehehe...
Kios ini dekat rumah sakit, jadi pelanggan gue terdiri dari beberapa macam golongan: Pegawai rumah sakit, tetangga, pasien rawat jalan atau rawat inap, dan orang-orang yang kebetulan lewat, lalu lapar atau butuh tempat untuk singgah sebentar. Menu makanannya pun sederhana, macam-macam masakan Jawa. Yang utama dan selalu ada adalah gudeg dan bacem tahu tempe. Murah kok, lo bisa kenyang hanya dengan enam ribu rupiah saja. Alhamdulillah, kios ini sudah berdiri selama dua tahun dan pelanggannya banyak. Waktu buka nya aja cuma setengah hari, paling lama adzan dzuhur udah tutup. Kadang kita menerima katering juga tapi dalam skala kecil. Paket kardusan gitu.
Tiba-tiba dua orang cowok berjas putih masuk sambil ngobrol. Gue taruh buku orange itu setelah sempat menandakan sampai mana gue membacanya tadi. Sepertinya mereka koas (dokter yg sudah lulus kuliah, sudah melakukan sumpah dokter dan sedang dalam semacam training di rumah sakit) di rumah sakit dekat kios gue. Cowok yang duduk menghadap gue berwajah Arab, wajahnya kecil, sedangkan yang satu lagi kulitnya putih, nggak tahu wajahnya kayak apa karena dia duduk memunggungi gue.
"Teh manis dua ya, Mbak. Anget aja..." Kata si wajah Arab.
Gue senyum dan mengangguk, lalu berdiri dan membuatkan pesanannya. Sambil menyeduh teh hangat itu gue mengamati si wajah Arab, tampangnya bad boy banget. Nggak cocok jadi dokter, hehe. Gue mendengarkan mereka mengobrol, tapi gue nggak terlalu ngerti apa yang mereka obrolkan. Akhirnya gue memilih fokus ke radio di depan gue. Selalu dipasang di gelombang yang sama, stasiun radio kesayangan. Gue meletakkan dua gelas teh hangat itu di meja mereka sambil menunduk. Kebiasaan kalau bertemu orang yang nggak dikenal atau nggak di ajak ngobrol. Atau itu ciri rendah diri gue? Hmm.... Entahlah. 
Gue melanjutkan membaca karena sepertinya mereka cuma mau cari tempat nge-teh dan ngobrol doang, nggak makan. Jangan lama-lama kalau gitu yaaa... It's almost 12 in the afternoon dan makanan di lemari displaynya juga tinggal sedikit. Lagu Somewhere Someone-nya Backalley mengalun dari radio. Familiar. Gue otomatis nyanyi karena lagunya yang enak dan gue mengenal personil band indie ini. Ada seseorang yang datang dan membeli makanan dan dibungkus. Alhamdulillah, yang sisa dibeli semua, hehe. Tapi... dua orang itu... masih ngobrol ajaaa. Hmmm... mau lanjut membaca tapi udah capek. Dari tadi baca melulu. Akhirnya gue ambil telpon selular dan masuk ke dua jejaring sosial yang gue punya. Supaya banyak tahu dan tetap terhubung sama teman-teman dan sahabat-sahabat gue. 
Sejak jadi pendengar setia radio Oz dan gabung di perkumpulan pendengarnya, gue jadi punya banyak teman dan kadang bertemu artis kalau sedang nongkrong di kantor Oz nya. Guess I'm just lucky, hehe. Musik dan buku selalu mempunyai tempat spesial di hidup gue. Makanya, walau pendidikan gue nggak tinggi-tinggi amat, tapi alhamdulillah nggak bego-bego amat juga. Kalau masalah sekitar yang sedang ramai dibicarakan atau masalah global, gue cukup tahu banyaklah.
Nggak ada yang menarik lagi di twitter atau facebook. Ngantuk. Dua koas itu masih aja ngobrol. Hadeuuh.... numpang ngobrol dan ngadem ini mah. Agak kesal juga gue dibuatnya. Kalau begini, gue mulai beres-beres aja deh. Ntar juga mereka sadar sendiri, hehe. Ngomong-ngomong, setelah diperhatikan, sepertinya mereka koas baru, karena gue nggak pernah lihat tampangnya. At least yang Arab. Sudah setahun belakangan ini bisnis makanan gue juga merambah ke paket untuk anak-anak kost di dekat rumah. Jadi, ada beberapa kost-kostan yang bekerja sama. Yang ngekost disana dapat makan dua kali, bisa pilih. Kebanyakan sih sarapan dan makan malam karena siangnya mereka semua di rumah sakit. Ada koas, ada juga perawat. Wajar juga sih kalau gue nggak familiar dengan wajah mereka, karena adik gue yang masih SMP kelas 3 lah yang bertugas mengantar makanan ke kost setiap pagi, atau kapan saja sesuai pesanannya. 
Udara bulan Mei yang aneh. Panas banget pagi hingga siang, setelah itu tiba-tiba berawan dan mendung lalu hujan. Blame the human nature.
Nyokab datang, kadang memang berdua jaga kiosnya, tapi kalau sepi, nyokab pulang, masak, dan melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya.
"Minum doang..." Kata gue ke Nyokab. Uuuh... kebelet pipis. Akhirnya gue pulang sebentar dan pas balik lagi, dua koas itu sudah pergi. Tanpa gue tahu kalau mereka akan jadi pelanggan penting di kehidupan gue mendatang. Gue pun menutup kios untuk hari ini.
***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar