Jumat, 25 Maret 2011

Teh Tarik - Chapter 2

Kegiatan gue selain menjaga kios, hmm... apalagi ya? Biasa aja. Setelah jaga warung, gue menyiapkan katering untuk anak kost  untuk malam hari, lalu tidur sebentar, lalu bantu nyokab beres-beres rumah, lalu... udah. Pastinya saat Isya, kalau nggak ada keperluan warung yang harus dibeli, gue bebas. Paling menghabiskan waktu di kamar, nonton TV, baca buku ditemani radio kesayangan. Yang lebih agak berwarna sih kalau weekend. Kadang ada gathering pendengar radio Oz, gathering Oz Club yang biasanya diadakan di daerah Kemang. Bisa juga jalan-jalan dengan mereka yang gue kenal dari situ, atau juga lihat acara musik. Lihat Backalley perform, itu paling sering. I just love their good music.
Pacar...?! Hmm... I don't have any. Baru putus awal tahun dan langsung ditinggal jauh. Pacaran dua kali seumur hidup, dua-duanya ketemu saat kuliah D1. Nolak cowok dua kali, HTS-an cuma sekali. Haha... parah, lengkap amat. Hihi... Suka-sukaan sama orang, sih, sering, tapi biasanya gugur dengan sendirinya. Because what I can do best is being a secret admirer. Yeah, that's me. Suka atau sayang seseorang tanpa pernah berani bilang. Cuma menikmati kedekatan yang terjalin. Sadar diri kok gue... yang gue taksir biasanya orang yang nggak mungkin suka sama gue. Dua orang yang pernah jadi pacar gue dulu aja membuat gue agak kaget karena mereka akhirnya meminta gue jadi pacar mereka.
I'm not pretty... I'm just sweet and nice. Lumayan tinggi, sedikit gemuk dengan kulit sawo matang. Makanya gue nggak akan percaya kalau ada yang jatuh cinta sama gue karena fisik. Alasan yang lain lebih mungkin sepertinya. Agak moody, spontan, dan cuek tapi sabar banget kalau menghadapi orang. Punya dua adik cowok membuat gue jadi punya kebiasaan dan kesukaan seperti cowok : nonton bola, main bola, manjat pohon, dengerin musik metal sampai head banging. Tapi hal itu justru membuat gue jadi bisa meng-handle semua pekerjaan rumah juga. Because somehow, nyokab akan tetap ngamuk kalau gue nggak melakukan pekerjaan rumah satuuuu aja per harinya. Padahal dua adik cowok gue juga nggak melakukan apa-apa dan mereka cukup besar untuk diajarkan caranya ngepel rumah.
Gue nggak terlalu dekat dengan teman-teman jaman sekolah atau kuliah dulu. Sibuk semua. Teman-teman terdekat gue adalah teman-teman dari radio, baik yang bekerja disana atau yang udah bergabung di perkumpulannya. Di rumah, gue dekat dengan adik gue yang kelas 3 SMP itu. Sedangkan adik yang umurnya setahun lebih muda dari gue lebih dekat dengan..... pacarnya, pak Polisi yang jarang ngomong... kalau di rumah, hehe. Adik gue yang SMP itu, Didit, sedang deg-degan nunggu pengumuman kelulusan. Mudah-mudahan lulus biar gampang cari sekolahnya. Dia sudah akan didaftarkan ke STM. Paling ujung-ujungnya jadi polisi juga, seperti kakak dan bapak gue.Dulu gue juga disuruh jadi polwan (polisi wanita), but I said no. Bukan minat gue dan gue nggak bisa dipaksa.

Hey, handphone gue berbunyi. Ada sms masuk...
One of my bestfriend from Oz Club. Hehe, dia curhat tentang salah satu gebetannya. Dari puluhan anak Oz Club, gue punya lima sahabat cewek, salah satunya tinggal di dekat rumah. Udah kayak adik sendiri. We've been through a lot of things. Yang menarik dari persahabatan ini adalah variasi umur kita yang berbeda-beda nggak menghalangi kita untuk menjadi sangat dekat. Kita pernah nangis bareng, ketawa bareng, patah hati bareng, dan jatuh cinta bareng. Katanya sih. kalau udah sedekat ini, memang akan suka sehati dalam hal apapun. Lima sahabat gue itu adalah lima orang yang tahu rahasia-rahasia gue.
Sylvia, beda setahun umurnya dengan gue dan yang paling sering berkomunikasi sama gue. Banyak yang bisa di share sama cewek berjilbab ini. Mandiri dan baik hati. Kadang kita pergi berdua kalau sedang patah hati. Entah mall to mall ataupun nonton film di bioskop. Kalau gue suka sama cowok, dia pasti jadi orang pertama yang gue kasih tahu. Kita berdua sangat sering patah hati, hahaha... tapi kadang, Sylvia butuh waktu lebih lama untuk menyembuhkan patah hatinya dibanding gue.
"Kok bisa sih, Dee, terima dia punya pacar?" tanya Sylvia suatu hari. Di salah satu sudut GOR Soemantri Brojonegoro, Kuningan. Kita sedang membahas gue yang sedang suka sama seorang cowok yang udah punya pacar.
"Karena... gue nggak ada apa-apanya dibanding cewek itu. Gue dan cowok itu dekat kayak gini aja udah membuat gue senang, karena itu lebih baik. I'm falling into him, but I'm not planning to have any romance relationship or stuff."
"Nggak jealous lihat dia peluk pacarnya di depan kamu?"
"No, not at all. Because she's so beautiful and kind. Kecuali pacarnya gebetan gue itu sombong dan nyebelin, gue pasti rela."
"Oh, I wish I could be like you."
"Yes, you can. Cuma satu syaratnya. Kamu suka dia karena memang suka dan bukan untuk dijadikan pacar. Kalaupun akhirnya dia jadi pacar, it would be a bonus of your sincere feeling to him. That would be just perfect."
Sylvia mengangguk. Kita saling berpandangan dan tersenyum.
Lalu ada si super sensitif, Lucky. Cewek ini cantik, fashionable, dan paling putih diantara kita. Kalau difoto, dialah yang paling bersinar di antara yang lain. Namanya cocok banget dengan kenyataan hidupnya. Kalau ikut kuis, dia sering banget menang, hehehe. Lucky sudah kuliah tingkat akhir dan tinggal di kostan dekat kampusnya. Jauh dari rumah membuat dia punya waktu banyak untuk sendirian. Kalau dengan dia, pasti yang diceritakan adalah tentang cowok, sang mantan pacar yang udah seperti menaruh dia di wahana roller coaster : kadang baik, tapi kadang bikin pengin nabok. Dari lima sahabat gue, dia ini yang paling sering datang ke gue dan nangis. Like I said, she's super sensitive.
"Kalau mantan lo udah nggak into you anymore, you better move on. Found out a new boy in town." Kata gue ke Lucky suatu hari. But then again, andai saja semudah itu kenyataan dengan perkataan gue.
Ketiga, si remaja penuh kegiatan, Odiee. Perempuan. Iya, cewek. Nama bagus-bagus dan sangat cewek yang diberikan orangtuanya diumpetin. Coba aja panggil dia Claudia, nama aslinya, pasti dipelototin. Hehe... Odiee adalah adik kecil yang mau lulus SMA, tapi cara berpikirnya udah cukup dewasa. Mungkin karena banyak bergaul dengan orang-orang di setiap acara yang dia ikuti atau karena dia anak pertama seperti gue, perempuan satu-satunya. Saking banyaknya kegiatan yang dia miliki, gue sampai nggak hapal apa aja. Yang pasti, Odiee yang selalu takut kalau ada rencana gathering Oz Club, takut bentrok dengan acaranya yang lain. Odiee lebih sering curhat ke gue mengenai masalah pendidikan atau keluarga. Curhat masalah cowok? Hmm... baru belakangan ini aja. Dia sedang suka sama... hmm... ada deh seseorang, hehehe.
Lalu ada Nenno, mahasiswi sekolah keperawatan tingkat satu ini rumahnya dekat banget sama gue. Selemparan batulah. Bareng Sylvia, kita bertiga setahun belakangan ini selalu nonton Backalley manggung. Gue dan Nenno sering berduaan di kamar dan cerita-cerita. Sehari aja nggak ketemu akan terasa agak aneh. Kita juga sering menjelajah bareng untuk cari kuliner enak. Kemana-mana naik motor Mio putih miliknya. Nenno baru aja patah hati karena sang gebetan, si gitaris, punya pacar. Tapi untunglah patah hati biasa dan langsung dapat gebetan baru lagi, hehe. Kadang dia menemani gue jaga warung.
Sahabat perempuan gue yang terakhir... Dia memang orang terakhir yang masuk dalam lingkaran sahabat gue. Cewek cantik berdarah Arab ini namanya Vitha. Pertama ketemu sih dia diam aja. Tapi setelah ketemu tiga kali, ternyata berisik. Parah. Selera musik kita berdua agak beda, jadi kadang kalau ada pertunjukan musik, kita suka berbeda pendapat. Kalau ke gig, Vitha lebih sering pergi bersama Lucky.
Kita berlima sudah seperti saudara perempuan. Kalau ketemu, bahan obrolan nggak pernah habis. Kadang kalau kita selesai bertemu siang harinya, maka malamnya kita masih sering telpon-telponan. Huaah... mudah-mudahan kita berlima akan dekat terus seperti ini. Gue nggak punya saudara cewek. Ada juga sepupu, tapi dia udah menikah dan punya anak. Agak beda dunianya. Gue nggak pernah merasa cukup meluangkan waktu bersama mereka, berbagi bersama mereka, although baru dua tahun ini kita kenal, kecuali sama Nenno. Kalau Nenno mah, kita sudah bersama sejak kecil. Hope this last forever...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar