Kamis, 31 Maret 2011

Teh Tarik - Chapter 8

Hari ini, kost-kostan Bu Bestari sengaja dilewati dulu. Biar jadi yang terakhir diantar makanan aja supaya gue bisa kasih Ardi memory card yang gue janjikan waktu itu. Begitu masuk halaman rumah, gue merasa aneh. Deg-degan. Haduh... Itu ngapain sih si Pak Min dan Mas Peno ngobrol di teras yang ada di depan kostan. Sumpah, gue grogi.
"Hai... Dokter Min." Sapa gue ke Ardi yang sedang memangku laptopnya. 
"Hei... makanannya apa?" kata Ardi.
"Lihat aja di dalem. Permisi ya..."
Gue langsung melewati mereka dan masuk, langsung menuju ke meja makan. Disana ada Amir yang sedang minum teh bersama Paulus.
"Eh... Ada Dee." Sapa Amir.
"Laper nih... Ayo cepet, hehe." Kata Paulus, kelihatan sumringah. Kayaknya dia udah menunggu dari tadi jatah makan malamnya. Gue pun menata makanannya di meja makan seperti biasa. Begitu Ardi masuk, jantung gue berdegup kencang sampai tangan gue agak gemetaran. Payah ini, Dee..
"Mau bikin es teh nggak nih? Ada kan ya es sama teh disini?" Kata gue menawarkan.
"Ada, Dee..."
Ardi membantu gue mencari keperluan untuk membuat teh manisnya. Again, he is sooo helpful. Bikin grogi aja. Anak kost yang lain udah pada mulai makan. Gue menyisihkan satu porsi untuk Nino.
"Mbak, itu buat mas Nino?" Tanya Ma Peno.
"Iya."
"Mas Nino tadi bilang buat saya aja. Dia pulang malam katanya."
"Oh, ya udah kalau begitu, Mas."
Gue tersenyum dan memberikan jatah makanan Nino ke mas Peno yang langsung dilahap. Empat orang, satu pitcher cukup sepertinyua. Oh, lima orang sama gue, berarti.
"Coba, deh. Ini enak." Gue minta susu cair yang diklaim punya Ardi, lalu mencampurnya ke dalam teh yang ada di gelas di tangan gue. Lebih manis. Sengaja... Pakai es batu, soalnya.
"Ini teh tarik. Nih coba..." Gue menyodorkan gelas itu ke Ardi.
"Umm..." Ardi terlihat agak sangsi. Ragu, akhirnya gue dekatkan bibir gelas itu di depan wajahnya, terus gue dekatin hingga akhirnya nempel di bibir Ardi dan diminumnya. Eh... tapi kok... Ardi minumnya keterusan....
"Eh... enak aja." Gue tarik lagi gelasnya, lalu gue minum habis.
"Enak, Dee. Mau lagi."
"Mana laptop lo tadi? Jadi minta lagu?"
"Sip, jadi. Bentar..."
Sambil duduk di sofa ruang tamu, gue memperhatikan cowok-cowok itu makan dan bercanda. Gue membuka laptop Ardi dan menyambungkannya ke handphone gue dengan kabel data. Hmm... si Ardi koleksi lagunya banyak berbau boyband-boyband gitu. Hehe, nggak sih... BSB dan N'Sync, plus Boyzone dan Westlife aja. Yang lainnya lagu campur aduk, tapi banyak yang agak kurang baru. Ada Bon Jovi pula. Sepertinya dia suka. My Chemical Romance pun, semua lagunya ada. Tapi dia nggak punya The Used. Payah, nih, Dokter Min.
Gue memasukkan semua lagu yang ada di memory card gue, biar nanti dia yang pilih sendiri. Baru proses transfer lagu dari memory card kedua, tau-tau Ardi udah ada di sebelah gue.
"Banyak, ya?" Tanya Ardi.
"Lagu lo jadul semua, Dokter Min, hehe. Eh, bentar ya. Kebelet nih..." Gue langsung ngacir ke toilet yang ada di dekat tangga.

Sepulangnya dari kost-kostan itu, gue merasa agak aneh. Senyam-senyum sendiri nggak berhenti... Sepertinya saya naksir sama Ardi. Hahaha... payah nih, Dee.
Begitu sampai kamar, gue langsung menyalakan radio.
"You are... the only exception..." Suara Hayley Williams mengudara. Heh?! Lagu ini membuat gue berpikir... Ardi itu oriental look, berbeda agama sama gue, ahh... gue harus membatasi perasaan gue ke dia. Harus dikontrol. Prinsip percintaan gue harus ditegakkan. Mudah-mudahan cuma sekedar suka biasa. Ya Allah, tolong Dee ya!!
Tidur gue agak terganggu malam itu. Nggak nyenyak. Senyum-senyum dan wajahnya Ardi masih memenuhi kepala gue. Oh, I got a crush on him!!

Hari-hari berikutnya berjalan sama. I really had fun with him. Setelah dinnner, we talk about musics yang gue transfer ke laptopnya, kita berdua selalu minum teh tarik made by Dee-Ardi. Hehehe...
"Cocok. Teh tarik. Teh plus susu." Kata Destu setiap saat, diulang setiap hari kalau dia melihat kita sedang ngobrol di ruang tamu.
"Maksudnya?" Tanya gue saat pertama kali sadar kalau Destu sudah mengatakan hal itu berulang-ulang.
"Dee itu kan kayak teh... coklat, hehe. Kalau Ardi kayak susu karena dia putih. No offense ya, Dee, hehe."
"Haahahaha.... teori yang aneh. Ya nggak mungkinlah jadi teh tarik. Tapi gue teh manis, kan?" Kata gue sambil menjulurkan lidah.
Ya iya dong... gue dan Ardi pasti cuma akan jadi seperti ini. Bukan karena gue mau, but because I know who I am. Kasarnya, gue tau diri. He's dropdead adorable. Gue? Jauh... jauh... jauh banget. Gue nyaman dengan kedekatan ini. Lagian, dia juga kan pasti akan pindah rumah sakit. Namanya juga Koas. Kecuali kalau dia menawarkan (berarti dia gila) untuk pacaran, baru deh akan gue sambut dengan tangan terbuka... (mikir...)

Sabtu ini gue ada gathering Oz Club dan hari Minggunya akan melihat Backalley di salah satu rooftop sebuah mall yang juga merupakan foodcourt outdoor. Weekend ini tugas gue mengantar katering anak-anak kost selesai sudah. Well, apa Ardi akan menjauh juga? Nggak tau lah.
Friday, I stay a little but longer at this living room...
"Handphone lo apa sih, nih?" Tanya Ardi.
"Handphone katro, Dokter Min. Ini made in India." Jawab gue. Handphone ini udah dua kali diservis.
"Nokia kok India?"
"Iya... Makanya jelek. Lagi ngumpulin duit buat beli yang baru."
"Umm..." Dia pencet-pencet.
"Ngapain sih? Nggak ada lagu baru."
"Enggak. Bukan lagu baru. Minta nomor telponnya."
Dia bicara begitu tanpa mengalihkan pandangannya dari handphone gue. Wajah gue memanas. Daripada salting, gue pura-pura ngotak-atik laptop dia yang di atas meja aja. Gue duduk di lantai seperti biasa, bersila. Dia duduk di sofa. Handphone Ardi yang ada di meja bunyi dan bergetar. A simple incoming call tone.
"Nih..." Katanya seraya mengembalikan handphone ke gue. Gue cek panggilan keluar.
"Ini nomor lo yang belakangnya 385?"
"Iya. Di save dong. Lupa tadi."
"Sip, dokter Min."
"Ih, tetep ya? Kenapa nggak Ardi aja?"
"Ih, suka-suka gue. Hp-hp gue."
"Sssshhh.... dasar, teh manis."
Geez....! Tiba-tiba Ardi melempar stabillo ke gue. Dokter gila. Sama perempuan kok kasar.
"Dokter Min nggak gue bagi lagu kece lagi, lho."
"Haha, iya. Maap. Galak amat sih, neng."
"Don't call me that way. I hate it!"
"Iya, neng."
Sekarang gantian gue yang melempar stabillo itu ke Ardi. Tepat kena badannya. Rasakan pembalasanku! Handphone gue berbunyi. Telpon dari nyokab. Wa wa wa... nggak sadar kalau udah setengah sepuluh malam. Sial. Waktu cepat berlalu kalau dihabiskan sama orang yang kita suka. And now, he's playing as a gentleman. Maksa nganter gue pulang paling nggak sampai dekat rumah. Okay, kali ini gue menurut. Toh, gue akan jarang, atau nggak akan pernah lagi, ada disini sampai malam... tanpa alasan. I mean, besok-besok kan yang anter makanan adalah adik gue lagi. Beside that I'm tired, selama dua minggu ini udah hampir setiap hari gue kurang tidur.
"Tidur ya, neng. Kucel banget tuh mukanya, hehe..."
Sms pertama dari Ardi. Malam ini, 21 Mei 2010 pukul 10.12 PM. Hehehe...
"Iya, Pak Min. Dari dulu juga kucel muka gue. Stop calling me 'neng', please."
"Goodnite, neng... :p"
Sial. Nggak gue bales. Langsung merem. Huaah... capek banget hari ini, Tuhan. Ehh... handphone bunyi lagi.
"Cihuy... ngambek. Apa udah tidur? Hmm..."
Ahh... mau bales. Tapi nggak usahlah. Tapi godaannya besar sekali. Sial. Ahh... jadi nggak tidur-tidur ini mah. Handphone gue kali ini berdering keras. Ardi telpon. Atau cuma missed call? Tapi kok agak lama ya?
"Hmm... halo?" Akhirnya gue angkat. Nggak tega dan nggak kuat.
"Eh, gue bangunin elo ya, neng? Maaf."
"Hmm... gue tidur ya. Lo juga gih. See you.."
"See you..."
Huffttt..... sekarang malah nggak bisa tidur. Sial tuh anak. Gue berguling kesana-kemari, nyalain TV tapi nggak ada acara yang menarik. Akhirnya gue putuskan untuk dengerin radio. Eh, nggak ada acara lucu favorit gue kalau hari Jumat begini. Music player aja kalau begitu.
Melamun dan tersenyum-senyum sendiri karena mengulang apa yang pernah gue alami bareng Ardi. Ada yang terasa berdesir di bagian hati waktu ingat gue pernah pegang salah satu bagian wajahnya. Bisa nggak ya, itu terulang?
"Tanggung jawab. Gara-gara elo telpon, gue jadi nggak bisa tidur." 
Sms yang akhirnya terkirim, tapi lama banget nggak ada balasan. Berulang kali gue melihat ke layar handphone... but still, no sms. Sampai akhirnya gue ketiduran... dengan  ear phone masih terpasang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar