Minggu, 15 Januari 2012

30 Reasons To Smile - Chapter 44


Nasehat Shena kurang lebih sama sih kaya Nina. Gue memikirkan itu dalam perjalanan pulang ke rumah naik bus. It’s almost 5 pm dan baru 10 menit duduk, kepala gue udah sakit. Migrain yang hadir klo lagi kebanyakan pikiran dan kecapekan turut menyemarakan rabu sore yang cerah ini..
Harus berani nanya ke Glen. Harus berani klo mau tau di posisi mana gue harus berdiri. Di sebelah nya atau di belakang nya atau di depan nya atau di semua tempat?
Mungkin Karen itu kisah yang sepenuh nya belum terselesaikan oleh Glen. Mungkin Glen blom akan menjelaskan semua ke gue karena dia masih dirawat, ini bukan hal yang menyenangkan buat diceritakan di salah satu kamar di rumah sakit kan? Dan mungkin bukan karena Glen gak mau, tapi blom mau.
Perjalanan pulang yang terasa lama karena gue merasakan sakit yang teramat sangat di kepala bagian kiri. Maunya cepet tiduran di kamar. Perut gue juga udah berasa sangat mual. Hah..depan itu halte tempat biasa gue turun, mencoba berdiri dan berpegangan pada apa aja yang teraih oleh tangan. Fertigo sepertinya dan gue menahan diri untuk gak muntah di dalam bus. Supir nya agak memandang gue dengan khawatir, oh..muka gue di pantulan kaca yang ada di dekat pintu keluar terlihat sangat pucat. Gue hampir melonjak saking kaget nya.
 Gue terduduk di halte. Sepertinya gak akan sanggup jalan kaki ke rumah.
“ Mom? Dimana? I think I got sicker. “ kata gue sambil memejamkan mata, yang adalah kesalahan besar karena klo fertigo datang..memejamkan mata akan membuat perut mu mual, nak.
“ Kamu di mana, sayang? “ suara mom langsung berubah khawatir.
“ Halte..hueekk.. “
Air liur membanjiri mulut, menetralisir rasa gak enak di mulut. Gue menarik nafas panjang untuk meredamkan mual di perut.
“ Alice?? “
“ Halte deket rumah, mom. “
“ Kamu stay di situ. Klo enggak kuat, jangan pergi dan mencoba jalan ke rumah sendirian. Kamu denger mom kan, Alice? “
“ Iya..mom. “
“ Mom akan segera datang, dear. Sabar yah kamu. “
Ibu gue itu sepertinya lagi di rumah sakit, kata nya libur tapi kok kesana? Dari beberapa bulan lalu sih gue udah curiga, sepertinya mom punya hubungan khusus sama salah satu dokter di Beaumont hospital deh.
Menunggu yang sangat menyiksa, mual dan terpaksa melihat jalanan yang seakan berputar-putar. Dipaksakan tidak memejamkan mata kalau gak mau diserang mual yang teramat sangat.
“ Dee. What are you doing here? “
Gue mendongak dan melihat Shane, tetangga sebelah rumah yang umurnya di bawah gue 5 tahun. Dia terlihat ngeri melihat muka gue. Oh..apa gue udah terlihat sangat sakit?
“ Shane. Can you walk me home? I can’t stand being here and waiting for my mom. “ kata gue.
“ Oh. Sure. Ayo. “ kata Shane, ngangsurin tangan kanan nya.
“ Kuat? “ katanya lagi.
Gue ngangguk dan mencoba bangkit. Takut gue jatoh, Shane yang punya badan bongsor itu akhir nya melingkarkan tangan gue di bahu nya sementara tangan kiri nya melingkar di pinggang gue. Lalu kami pun jalan pelan-pelan.
“ Gak mau ke rumah sakit aja, Dee? “ kata Shane di tengah jalan.
“ I just want my own bedroom. Got enuff with hospital. “ gue ngomong gitu karena kemaren udah lebih dari seminggu nemenin Glen di rumah sakit, masa harus ke sana lagi?
“ Lu itu sangat terlihat pucat tauk. “ kata nya lagi.
“ I know. “
Lama sekali sampai nya, tapi ada di rumah lebih baik daripada ada di halte. Shane bantuin gue buka pagar dan buka kunci pintu utama rumah. Lalu dia mendudukan gue di sofa ruang tamu.
“ Lu haus, Shane? Ambil aja coke di kulkas yah. Gue gak bisa berdiri. “
“ No worries, Dee. Perlu gue tungguin sampe mom lu dateng? “
“ Gak usah. Makasih, Shane. “ gue tersenyum ke arah anak baik itu.
“ Ya udah, gue pulang dulu yah. Get well soon, Dee. You’re much more cutter with your blushing cheeks. “
Eh..gue gak nyangka dia bilang itu dan sepertinya Shane juga gak nyangka sama apa yang barusan dia omongin. Gue tersenyum dan bilang terima kasih sekali lagi. Shane pun pamit dengan agak kikuk. Muka nya dia merah.
Gue menghubungi mom dan bilang klo gue udah ada di rumah, dianter sama Shane. Tiduran di sofa, nanti klo mom dateng, baru minta dibantu ke kamar. Mom katanya bawa seorang dokter.
Sepertinya gue tidak sadar kan diri beberapa saat, karena saat gue terbangun, gue udah ada di kamar. Baju sudah ganti dengan piyama favorit gue dan diinfus di tangan sebelah kanan.
Kepala gue masih terasa muter, masih mual tapi tingkat nya udah lebih bisa ditahan sekarang. Mom lagi ngobrol sama seseorang di deket jendela kamar gue.
“ Mom? “
“ Oh, dear.. How are you doing now? “
“ Sedikit lebih baik. “ kata gue.
Dikenalkan ke seorang yang tadi gue liat ngobrol sama mom. Dokter Derek Adams. Gue pernah liat dia di Beaumont. Inikah dokter yang sedang menjalin hubungan sama mom? Sepertinya bukan orang Inggris atau Irlandia. Dari aksen nya saja sudah terdengar.
Dokter Derek ada di kamar gue sebentar, beliau pamit untuk ke rumah sakit lagi dan meningatkan gue untuk gak terlalu capek, makan dan minum obat teratur.
Mom nganter dokter itu keluar dan gue melihat jam di dinding. 7:45 pm. Gue gak sadar hampir 2 jam?
There’s a knock on my bedroom door. Mom ngapain pake ngetok pintu?
Oh, yeah. Bukan mom.
Kenapa mom gak bilang klo dia ada di sini? Well, seharusnya gue sadar yah..Glen lambat laun akan dateng kesini karena gue gak bales SMS nya atau angkat telepon nya.
“ You can’t come in. You’re not allowed. “ kata gue lemah.
“ Try me. “ kata G sambil tetep masuk dan dia bawa bunga lily cantik di tangan nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar