Selasa, 24 Januari 2012

30 Reasons To Smile - Chapter 46

Malam itu gak ada banyak obrolan serius antara gue sama Glen. Kami ngobrol ringan dan banyak tertawa dan sering tertidur. Pengaruh obat. Dia nyanyi sambil meluk gue. Membantu gue minum obat dan kami pun sedikit berkompetisi dalam menghabiskan obat kami. Jelas gue yang menang karena obat nya dia kan lebih banyak.
Yang tadi nya gak mau dateng ke gig nya besok, jadi pengen banget dateng. Gue gak akan bilang sama dia kalau nanti akhirnya gue dateng. Glen sih nyuruh nya kapan-kapan aja nonton kalo gue nya udah sehat.
“ Besok pagi aku anterin Luke sekolah. Kamu jangan kaget kalo tiba-tiba bangun aku gak ada di sebelah kamu yah? “
“ Biasa nya juga gak ada orang di sebelah aku, Glen. “
“ Tapi kan malem ini ada. Kepala kamu masih fertigo gak, Kay? “
“ Masih tapi gak kaya tadi sore. “
“ Great. Wanna eat something? “ kata nya.
“ Umm.. “
“ Aku masakin, mau? “
“ Apa? Masak apa? “
“ Umm..yang enak dan cepet apa yah? Jadi aku gak lama ninggalin kamu sendirian di kamar. “
“ Udah. Liat aja bahan makanan apa yang ada di dapur dan di kulkas. Baru deh kamu bisa buat keputusan. “
“ Hehe..bener juga yah? Oke, aku cek lalu aku masak sesuatu. Pintu nya biar dibuka aja yah? Biar kamu bisa teriak klo butuh apa-apa. “
“ Aku tiduran aja di sofa gimana? Sekalian liat tv, aku agak bosen klo di kamar doang. “
“ Kamu udah beneran lebih baik? “
“ Daripada nanti aku tiba-tiba mau ke ruang tamu sendiri? “
“ Iya sih. “
Glen ambil tabung infus gue dari tiang nya. Nyuruh gue megang dan..dia gendong gue. Jantung gue berdetak gak karu-karuan. Wajah kami sangat dekat sekali dan pas Glen berhasil membopong gue, dia tersenyum sambil mandang wajah gue. Hidung gue dicium setelah itu dia pun jalan.
“ Kamu kuat bener sih? Aku kan berat. Kamu juga masih dalam masa pemulihan gitu. “
“ Siapa bilang kamu berat? And Kay..I am a superman, remember? “ kata G sambil ngedipin mata nya.
Gue cuma bisa ketawa. Becandaan lama tapi tetep aja selalu bisa bikin gue tersenyum bahkan tertawa seperti ini. Glen kembali ke kamar setelah membaringkan gue di sofa. Dia ambil tiang untuk infus gue, selimut dan bantal.
Ternyata dirawat orang yang kita sayang itu menyenangkan yah?
10:20 pm.
Glen ngajak gue ngobrol dari dapur, televisi di depan gue menyala tapi suara nya gue bikin sangat kecil.
Beberapa saat kemudian, entah karena acara yang membosankan atau lambat laun Glen terlalu sibuk di dapur dan jarang bersuara lagi, mata gue terasa berat dan akhirnya gue tertidur.
Rumah ramai oleh orang-orang. Ini rumah gue yang dulu, besar. Semua nya berdiri di ruangan lantai satu yang besar. Semua berpakaian hitam dan berkelompok di sudut-sudut. Semua gerakan di slow motion, entah kenapa bisa begitu dan terasa di jaman film hitam putih. Semua berwajah sedih dan gue liat grand mam disana, duduk di sofa panjang sambil memegang tangan mom yang menangis dengan sapu tangan yang dia usapkan ke pipi nya.
Perhatian gue tertarik oleh peti elegan berwarna hitam di ujung ruangan. Kejadian ini sama persis seperti saat daddy disemayamkan di rumah dini hari itu. Semua sama, bunga-bunga nya, orang-orang yang datang. Dan Shena plus Pete juga ada di sana. Shena dan gaun Dior nya, Pete juga terlihat gagah dengan jas hitam Armani nya.
Tapi lelaki yang berdiri di deket peti mati itu..dari belakang gue tau itu siapa. Dia baru kali ini gue liat pake jas, tapi gue sangat hapal bentuk punggung nya dari belakang. Gak mungkin itu Glen, waktu ayah meninggal gue belum pernah kenal sama dia.
Tangan gue berusaha menjangkau bahu nya, tapi lalu ada yang manggil dia..Karen. Gue sempat melihat wajah Glen yang sedih, dan dia menangis. Untuk apa? Lalu gue nengok ke arah peti mati yang bagian dada ke atas nya itu di buka. What the?! Gue terbaring di sana, pucat dan memegang mawar merah di perut. Saat gue nengok ke arah kanan, Karen memeluk Glen yang memunggungi gue dan dia memandang gue. Lalu dia mengarahkan pistol yang sama seperti yang daddy pakai untuk bunuh diri dan menembak gue. Tembakan mengenai dada gue dan gue terjatuh ke dalam peti mati, terbaring di sana, gak bisa bergerak lalu peti mati itu tertutup.
Gue terbangun seperti orang yang kehabisan nafas. Tersengal dan keringat bercucuran di dahi gue. Mimpi yang sangat aneh dan random tapi..it feels real.
“ Kay? Kamu kenapa? “
Glen segera menghampiri gue dan naroh piring yang dia pegang di meja. Duduk di depan gue lalu memeluk gue.
“ Kamu mimpi buruk? “
Airmata mengalir di pipi gue. Mimpi tadi entah kenapa terlalu nyata dan dada gue sakit. Glen akan milih Karen daripada gue.
“ Sssshhh..it’s just a dream. I’m here, Kay. I’m here. “ kata Glen sambil ngelus-ngelus punggung gue. Isak tangis gue makin menjadi soalnya.
Would you always be here for me, Glen?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar