Selasa, 27 Desember 2011

30 Reasons To Smile - Chapter 25

Halusinasi.
Heathrow yang super ramai ini bikin gue berhalusinani. Liburan musim panas dan gue nganterin Shena ke bandara. Dia mau ke Perancis dan minta gue bawa mobil nya selama dia pergi. Pas abis nganterin Shee, gue seperti ngeliat sosok Glen dengan jaket kulit favorit nya di bandara ini. Rambut nya, cara dia bawa gitar, cara jalan, perawakan dan semua-semua nya sangat mirip Glen. Oh..sepertinya tahun-tahun awal kuliah bikin gue stress berat. Gue berusaha ngejar sosok itu dan gak ketemu.
Gue udah kaya orang gila aja di bandara ini.
Begitu juga setiap hari gue yang hampir bisa dikategorikan gila, hanya bisa merindukan Glen. Andai gak ada kuliah, gue tau gue pasti akan ada di kamar, menangis sampai tertidur. Kadang setiap hari Sabtu malam begitu, disaat besok kuliah libur dan gak tau mau apa di kamar.
Dan seminggu ini mimpi buruk gue bertambah..ketemu Glen di suatu ruangan putih, tapi dia gak inget gue. Sama sekali. Mimpi berulang sampe seminggu, ini bukan kebetulan kan?
Bagaimana kabar nya? Karir musik nya? Masih di Los Angeles atau udah balik ke Dublin. Ah, klo pun udah di Dublin, pasti ada yang ngasih tau gue.
Is he okay? Kurusan atau malah makin gemuk? Glen, aku mimpi buruk terus sejak kamu pergi. Kalau kamu tau hal itu, akan kah kamu tetap minta putus dan gak sekalipun menghubungi aku?
Pertanyaan pertama klo gue nelpon Nina pasti itu..
“ Ada kabar dari Glen? “ bukan nya nanya kabar Nina dulu, gue malah nanyain Glen. Dan Nina pun biasa nya jawab..
“ Klo pun ada, gue yang akan telpon lu, Dee. “
Iya, Nina pasti nepatin janji nya. Kangen balik ke Dublin, kangen Luke. Udah bisa apa dia sekarang? Udah lebih besar dari dua tahun lalu, dari terakhir ketemu sepertinya. Sudah mulai sekolah mungkin.
Masuk mobil..tapi tiba-tiba dada ini sesak. Gue menelungkupkan kepala ke setir mobil lalu menangis. Gue bohong klo gue bisa baik-baik aja selama ini. Wearing fake smiles, hanya untuk menenangkan semua orang di sekitar gue. Menenggelamkan diri dengan semua hal-hal perkuliahan. Dan ngerjain beberapa paper temen-temen gue demi bayaran yang menguntungkan dan demi mengalihkan pikiran dari mikirin Glen. Jalan-jalan keliling London sama Shena dan atau Pete. Gue terlihat menikmati itu semua, tapi di dalam hati..kosong.
Can you see what you’ve done to me, G? I miss you. Everyday. You left a hole in my heart. Left me without a chance to fight our relationship. Fight for my heart. Fight for our love.
It’s more than 2 years now and I miss Glen every minute. Klo kangen bisa diuangkan, gue pasti kaya. Hhhh…ayo pulang, Dee. Grands pasti khawatir.
Menyalakan mesin mobil dan mulai meninggalkan parkiran bandara.
Gue sebenernya mau berjuang sama dia, tapi dia nya yang gak mau. Entah takut gue gak kuat lalu ninggalin dia atau memang dia sama sekali gak butuh support gue lagi. Entah.
Kangen Grafton Street.
Lalu ide gila terbersit di kepala gue. Langsung memacu mobil lebih kencang. Yea, kangen Dublin. Gue mau pulang.
Grands begitu gue kasih tau gue mau ke Dublin, hanya kaget karena kepergian gue kali ini tanpa direncanakan lebih dulu sebelum nya, kenapa mendadak. Gue bilang klo gue kangen Dublin banget. It’s okay klo harus lewat jalan darat. Mobil nya Shee cukup canggih, ada aplikasi GPRS nya. Dia juga pasti gak keberatan klo gue pake mobil nya untuk ke Dublin.
“ What?? No. Stay until I get there! “
Pete nelpon dan ngomel-ngomel. Gue harus nunggu dia sampe rumah dulu. Gak, gue gak akan mundur klo pun dia nyuruh gue gak pergi sekarang. Klo gak boleh pake mobil Shee, gue akan naik kereta. Udah hampir 2 tahun gue gak liat Dublin. Gue mau menajamkan kenangan gue sama Glen yang hampir aja pudar.
Setiap gue inget dia, yang gue paling inget adalah his own scent. His smile dan suara nya manggil nama gue dengan lembut.
“ Pasti karena cowok itu kan?? “ kata Pete. Dia narik tangan gue ke halaman belakang rumah Grands.
“ Dia punya nama, Pete. Nama nya Glen. “
“ Persetan!! Kenapa sih gak bisa lupain laki-laki brengsek itu? He left you. Deal with it. It’s more than 2 years ago, Dee. Dia gak ngubungin elu kan? Sama sekali? “
“ He loved me. “
“ Darimana lu tau? Emang lu paranormal? Mind reader? “
Mind reader. Glen pengen banget bisa punya kekuatan itu. Everything reminds me of him. Apa itu bukan pertanda?
“ I wanna go home. I’ll be back next week. “
“ No. You can not!!”
“ Why? Mind yer own business, Pete!! “ gue mulai meninggikan suara.
“ Please just stay. “ kata nya.
“ Why? “
“ Because I said so. “
“ I’m sorry. But I must go. “
Gue udah mulai mau pergi dari situ dan Pete narik tangan gue. Sakit.
“ Let me go, Pete. “
“ No. “
Gue berusaha melepas tangan gue. Untung kakek lagi gak di rumah, klo iya..pasti Pete udah ditinju sama kakek karena nyakitin cucu kesayangan nya.
“ Why you act like this? Weird. “
“ Please, just stay..with me here. “ kata nya. Nada suaranya berubah lembut. Tatapan mata nya mengiba.
Gue mengerutkan kening. Apa bener yang selama ini suka disinggung Shena? Klo sebenernya dari dulu Pete udah naksir gue? Pete yang sempurna naksir itik buruk rupa?
“ I wanna go home, to Dublin. I miss everything in Dublin. And yea, I miss Glen soo very much. I don’t care what he’s done to me. I love him more than anything in this world and if I can see him at least once again..even if it’s for the last time..I’ll take that chance. “

Tidak ada komentar:

Posting Komentar